Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Kementerian Keuangan menerbitkan aturan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) mendapat sambutan baik dari akamedisi. Langkah itu dinilai akan melindungi industri manufaktur dari gempuran produk impor
Guru Besar Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Panut Mulyono, berharap aturan tersebut bisa melindungi industri lokal dari gempuran produk impor.
Namun, ia mengingatkan agar aturan BMAD dan BMTP jangan hanya fokus untuk melindungi industri tekstil, barang elektronik, alas kaki, dan keramik saja. “Tetapi juga harus meliputi industri manufaktur lainnya yang berperan penting dalam rantai pasok industri nasional, seperti industri petrokimia,” kata dia dalam keterangannya, Selasa (2/7).
Menurutnya, industri petrokimia, yang mencakup produksi plastik dari hulu hingga hilir, merupakan industri strategis yang memerlukan perlindungan dan pengembangan serius mengingat peran pentingnya dalam mendukung industri hilir di berbagai industri lainnya.
Baca Juga: Impor dari China Merajalela, Industri Plastik Nasional Terpuruk
Selain penting terhadap rantai pasok berbagai sektor, lanjut Panut, rantai industri petrokimia sangat banyak menyerap tenaga kerja. Apabila ini tidak dilindungi, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dikhawatirkan akan semakin meluas dan ancaman deindustrialisasi semakin nyata.
Industri petrokimia hulu merupakan penghasil bahan baku plastik untuk industri hilir pendukung kemasan industri makanan, minuman, kosmetik, farmasi, dan lain-lain tengah mengalami tekanan serius karena membanjirnya produk impor bahan baku plastik dengan harga murah.
Tetapi, industri petrokimia dalam negeri semakin diberatkan dengan pencabutan Larangan dan Pembatasan (Lartas) impor bahan baku plastik pasca penerapan Permendag 8 Tahun 2024. Proteksi terhadap industri petrokimia semakin tipis dan berdampak pada daya serap produk lokal yang menjadi kurang diminati.
Dengan adanya perlindungan dari produk impor yang dijual dengan harga dumping, kata Panut, industri petrokimia dapat meningkatkan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan dalam negeri.
Perlindungan melalui Lartas, BMAD, dan BMPT dapat memberikan ruang yang lebih luas bagi industri petrokimia untuk berkembang, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi ketergantungan nasional pada bahan baku impor.
Berdasarkan data Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), industri petrokimia nasional sedang terancam serbuan impor bahan baku plastik ke pasar domestik seiring kondisi oversupply produksi pabrik petrokimia di China.
Baca Juga: Industri Petrokimia Terkena Imbas Lesu Berujung PHK Massal Pabrik Tekstil dan Garmen
Penyebabnya adalah pembangunan 23 proyek petrokimia di China berkapasitas 50 juta ton ethylene sebagai bahan baku plastik membuat negara tersebut kelebihan produk petrokimia. Tak hanya bahan baku plastik, secara keseluruhan produksi petrokimia hulu 100% di Indonesia masih impor yang menyebabkan biaya produksi lebih mahal daripada bahan baku plastik yang diimpor.
Sebelumnya, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan tengah menyelidiki terhadap praktik dumping sepanjang tahun 2023 hingga awal tahun 2024.
Setidaknya terdapat 10 kasus di bawah pengawasan KADI rentang 2023—2024, yakni Ubin Keramik, Sunset Review Frit, Nylon Film, Sunset Review III Hot Rolled Plate (HRP), Polypropylene Copolymer, Benang Filamen Sintetik, Sunset Review II Tinplate, Sunset Review III H Section dan I Section, Sunset Review III Baja Lembaran dan Gulungan Canai Panas (HRC/Hot Rolled Coil) dan Sunset Review dan Interim Review Biaxially Oriented Polypropylene (BOPP).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News