Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi penduduk Indonesia nyatanya berpengaruh besar pada permintaan daging sapi nasional. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerjasama dengan Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo), kebutuhan daging sapi tahun depan mencapai 640.000 ton. Jumlah ini meningkat 8,5% dibandingkan proyeksi tahun ini yang sebanyak 590.000 ton.
Direktur Eksekutif Apfindo Joni Liano mengatakan, dengan kenaikan kebutuhan daging sapi tersebut, populasi sapi yang siap dipotong seharusnya juga meningkat. Bila tahun ini populasi sapi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging mencapai 3,1 juta ekor, tahun depan bisa melonjak menjadi 3,4 juta ekor.
Sayangnya, peningkatan kebutuhan daging sapi tersebut tidak diimbangi dengan populasi ketersediaan sapi siap potong di dalam negeri. Walhasil, pengadaan sapi dari impor masih belum dapat di rem. "Yang dapat dipasok sapi dari lokal hanya 2,3 juta ekor," kata Joni, Senin (27/10).
Dengan perhitungan tersebut, Joni bilang, tambahan pasokan sapi yang harus didatangkan dari impor idealnya mencapai 1,1 juta ekor. Melihat kondisi ini, Apfindo menyarankan agar perhitungan indikatif impor sapi tahun depan bisa meningkat.
Selama ini, impor yang dilakukan lebih banyak berupa daging beku dan sapi hidup. Persentasenya sebanyak 40% berupa daging beku dan 60% sisanya sapi hidup. Impor daging beku ditujukan untuk kebutuhan hotel, restoran dan katering, sapi hidup untuk memenuhi kebutuhan daging segar dalam negeri.
Selain pertumbuhan ekonomi, kenaikan kebutuhan sapi juga terjadi karena bertambahnya populasi jumlah penduduk. Tahun depan, konsumsi daging sapi diperkirakan mencapai 2,56 kilogram (kg) per kapita per tahun, atau meningkat 8,5% dibandingkan tahun ini yang sebanyak 2,36 kg per kapita/tahun.
Realisasi rendah
Sekadar catatan, tahun ini, Kementerian Perdagangan (Kemdag) memberikan indikatif impor sapi hidup baik bakalan maupun siap potong 750.000 ton. Volume itu juga masih dapat berubah bila terjadi kekurangan pasokan daging sapi di pasar. "Minimal perhitungan indikatif impor sapi hidup tahun depan sama seperti tahun ini," ujar Joni.
Mendekati akhir tahun seperti ini Apfindo mendesak pemerintah untuk segera menetapkan perhitungan izin impor yang akan dilakukan tahun depan. Joni khawatir, bila terjadi keterlambatan maka proses perizinan menjadi terhambat, walhasil suplai akan terganggu.
Jika dibandingkan dengan tahun 2013, izin impor sapi tahun ini jauh lebih tinggi. Namun realisasi tahun ini masih tergolong rendah. Mengutip data Apfindo, hingga pertengahan September lalu, realisasi impor sapi bakalan maupun sapi siap potong dari para anggotanya baru 497.000 ekor, atau 66,2% dari proyeksi total impor.
Asal tahu saja, di kuartal IV, Kemdag memberikan izin impor sebanyak 264.000 ekor. jumlah ini lebih tinggi ketimbang periode Juli-September 2014 yang hanya 167.000 ekor. Partogi Pangaribuan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemdag mengatakan, tingginya izin impor yang diberikan pada triwulan terakhir untuk mencukupi stok daging di awal tahun depan.
Nah, untuk mempercepat populasi sapi dalam negeri, Kemdag memberi insentif bagi importasi sapi betina produktif. Salah satu bentuknya adalah pembebasan Bea Masuk yang selama ini dikenakan 5% atau sama dengan produk sapi hidup lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News