kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RNI tunggu persetujuan baru impor sapi


Selasa, 21 Oktober 2014 / 11:42 WIB
RNI tunggu persetujuan baru impor sapi
ILUSTRASI. Layanan mobile banking BSI error menjadi viral, begini respons manajemen BRIS.


Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) tampaknya perlu bersabar untuk mengimpor tambahan sapi hidup. Pasalnya niat impor sapi hidup yang terdiri dari  induk sapi, sapi bakalan, dan sapi siap potong belum mendapat restu dari Kementerian Perdagangan (Kemdag).

Direktur Utama RNI, Ismed Hasan Putro, mengatakan, bila izin impor diberikan, perusahaannya ingin merealisasikan impor sapi sebanyak 36.000 ekor per tahun. "Sapi tersebut akan dikembangbiakkan oleh plasma di sekitar perkebunan tebu di Pabrik Gula (PG) Jati Tujuh di Majalengka, Jawa Barat," kata Ismed, Senin (20/10).

Menurut Ismed, impor sapi hidup yang dilakukan oleh RNI tersebut merata jenisnya. Hal tersebut dilakukan karena selama ini impor sapi indukan masih belum mendapat insentif, sehingga harus ditutup dengan impor sapi bakalan dan sapi siap potong.
RNI sendiri sudah mengajukan izin impor sapi sejak Menteri Perdagangan masih dijabat oleh Gita Wirjawan. Namun, hingga digantikan Muhammad Lutfi, izin impor sapi tersebut tetap belum diberikan.

Sekadar catatan saja, saat ini, RNI memiliki empat kandang sapi yang tersebar di beberapa wilayah, seperti di Jawa Barat hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). Total kapasitas terpasangnya mencapai 7.000 ekor. Dari jumlah tersebut idle capacity mencapai 4.000 ekor.

Selain belum bisa merealisasikan impor sapi, RNI juga menunda rencananya untuk membangun peternakan sapi di Australia. Rencana ini tertunda menyusul terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang sekarang tembus di atas Rp 12.100. 

Rencana semula, RNI akan membangun pusat produksi dan peternakan sapi dengan mengakuisisi perusahaan peternakan di Australia. Kondisi inilah yang dijadikan alasan perusahaan pelat merah ini belum juga dapat menguasai lahan peternakan sapi di Negeri Kanguru tersebut.

Pada awalnya, rencana mengakuisisi lahan peternakan sapi di Australia dibuat dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sebesar 
Rp 9.600. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, nilai tukar dollar AS jauh melampaui asumsi tersebut.

Meski demikian, tetap terbuka peluang untuk investasi peternakan sapi di Australia. Menurut Ismed, apabila nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menyentuh level Rp 11.000–Rp 11.500, maka pihaknya akan mengkaji kembali rencana tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×