kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

INCO mengintip potensi mobil listrik


Kamis, 19 Juli 2018 / 11:20 WIB
INCO mengintip potensi mobil listrik
ILUSTRASI. Pertambangan nikel PT Vale Indonesia Tbk INCO


Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri mobil listrik di Indonesia memang masih dalam ranah wacana. Meski masih berupa cita-cita hitam di atas putih, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) tak segan mengungkapkan ambisinya menjadi pemasok bahan baku baterai mobil listrik.

Selain potensi pasar, Vale Indonesia juga meyakini nickel matte yang selama ini mereka produksi sesuai untuk kebutuhan bahan baku pembuatan baterai mobil listrik. Sekadar tahu, nickel matte adalah nikel sulfida yang diproduksi dari hasil peleburan di smelter.

Manajemen Vale Indonesia mengatakan, tak semua produk nikel mampu memenuhi standar tersebut. "Kan enggak semua nikel dapat dipakai, nantinya saat permintaan lebih tinggi, akan berdampak positif juga untuk perusahaan," terang Budi Handoko, Senior Manager of Communications PT Vale Indonesia Tbk saat dihubungi KONTAN, Rabu (18/7).

Hanya, sampai sejauh itu saja manajemen Vale Indonesia berbagi optimisme tentang potensi pasar mobil listrik. Perusahaan yang tercatat dengan kode saham INCO di Bursa Efek Indonesia tersebut, belum bisa mengungkapkan target bisnis lebih jauh.

Satu hal yang pasti, sepanjang tahun ini, Vale Indonesia menargetkan produksi sebanyak 77.000 ton nickel matte. Target produksi itu belum penuh kalau dibandingkan dengan kemampuan produksi. Sebab smelter perusahaan tersebut sejatinya memiliki total kapasitas produksi terpasang sekitar 77.000-80.000 ton nickel matte per tahun.

Total kapasitas produksi smelter Vale Indonesia masih mungkin akan bertambah lebih besar lagi. Harapan mereka pada tahun 2022 adalah memiliki smelter atau fasilitas pengolahan dan pemurnian konsentrat berkapasitas 90.000 ton nickel matte saban tahun.

Dalam rangka mengejar target empat tahun ke depan, manajemen Vale Indonesia akan melanjutkan proyek smelter di Bahodopi, Sulawesi Tengah dan Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Tak sendiri, perusahaan ini berniat menggandeng investor strategis untuk pengembangan kedua smelter tersebut. Hingga kini, pencarian investor strategis masih dalam proses.

Menurut catatan pemberitaan KONTAN pada Februari 2018, model kongsi Vale Indonesia dengan investor strategis nanti berupa joint venture. Mayoritas investor yang berminat berasal dari luar negeri. Salah satunya China.

Kadar nikel turun

Namun target jangka menengah Vale Indonesia tadi belum sejalan dengan realisasi semester I 2018. Dari Januari hingga Juni tahun ini, produksi nickel matte mereka justru turun sekitar 3,47% year on year (yoy) menjadi 36.034 ton. Penurunan produksi tersebut juga terjadi dalam periode kuartalan. (lihat tabel)

Vale Indonesia menyebut, pemicu penurunan volume produksi adalah tingkat kandungan nikel yang lebih rendah pada saat diolah. "Utamanya karena kadar nikel turun, kami dapat lokasi yang kadar nikelnya tidak terlalu tinggi," kata Budi.

Namun Vale Indonesia memastikan, produksi mulai Juli membaik. Oleh karena itu, manajemen yakin mampu memenuhi seluruh target produksi  77.000 ton nickel matte yang sudah dicanangkan jauh-jauh hari.

Kecuali target produksi, Vale Indonesia tak bersedia menyebutkan target pendapatan maupun laba bersih hingga tutup tahun ini. Perusahaan tersebut hanya mengatakan, tahun ini menyediakan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar US$ 95 juta. Vale Indonesia akan menggunakannya untuk merawat fasilitas produksi dan mengganti beberapa alat berat.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×