kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,16   10,58   1.18%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

INCO: Proses Penambangan Harus Mempertimbangkan Kesinambungan dan Keberlanjutan


Kamis, 30 Desember 2021 / 19:11 WIB
INCO: Proses Penambangan Harus Mempertimbangkan Kesinambungan dan Keberlanjutan
ILUSTRASI. Vale Indonesia. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk memutuskan mengambil haluan bisnis yang lebih fokus pada nilai-nilai berkelanjutan. Tujuannya, untuk membangun fondasi bisnis yang solid dan selaras menghadapi perubahan tren bisnis dunia yang berkiblat pada aspek Environmental, Social, and Governance (ESG).  

Sejatinya, emiten berkode saham INCO di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini telah merumuskan prioritas strategis yang terdiri dari lima pilar yakni  kesehatan, keselamatan dan risiko, sumber daya manusia, keberlanjutan, pemeliharaan dan pertumbuhan. Kelima fokus ini yang akan menjadi  pedoman INCO dalam menjalankan bisnis serta mengambil keputusan berinvestasi.  

Dari sisi lingkungan, dalam jangka panjang Vale Global telah mencanangkan target ambisius yakni menjadi perusahaan dengan karbon netral pada 2050.

Melansir laporan berkelanjutan yang dirilis pada 31 Maret 2021, Vale Indonesia menargetkan dapat berkontribusi pada tujuan Vale Global untuk mengurangi emisi scope 1 dan 2 sebesar 33% pada tahun 2030 dan emisi scope 3 sebesar 15% pada tahun 2035.

Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Raih Proper Hijau dari KLHK

Direktur Vale Indonesia, Bernardus Irmanto menegaskan, urgensi ESG sangat penting karena INCO percaya bahwa industri pertambangan sangat penting untuk mendukung masa depan peradaban manusia yang lebih baik. Menurutnya, kegiatan dan proses penambangan harus juga mempertimbangkan kesinambungan dan keberlanjutan masa depan. 

"Kita tidak boleh hanya mencari keuntungan jangka pendek dan mengorbankan kepentingan jangka panjang. How we mine is equally if not more important than what we mine. " jelasnya saat dihubugi Kontan.co.id, Senin (20/12).

Di masa yang akan datang, prospek bisnis nikel semakin cemerlang. Era kendaraan listrik (EV) yang membutuhkan nikel dalam baterai lithium ion dan penyimpanan energi akan menjadi katalis positif bagi pangsa pasar nikel. 

Bahkan, pada Januari 2020, Pemerintah Indonesia telah sepenuhnya melarang ekspor bijih nikel untuk melindungi ketersediaan bijih di Indonesia dan memberikan kepastian pada investasi yang berencana membangun kilang dan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). 

Bagi INCO yang tidak pernah mengekspor bijih nikel karena sejak awal memproduksi nikel matte atau nikel yang sudah diproses dalam fasilitas pengolahan, tentu telah melihat prospek bisnis yang cerah. 

Peluang bisnis yang sudah di depan mata itu sudah dipersiapkan Vale Indonesia dengan rencana ekspansi pembangunan tiga fasilitas pengolahan dan pemurnian yakni smelter di Sorowako, smelter rotary kiln electric furnace (RKEF)  Bahodopi, dan smelter high pressure acid leaching (HPAL) di Pomalaa. 

Mewujudkan komitmen yang ingin seminimal mungkin menimbulkan emisi karbon dalam aktivitas ekspansinya ini, manajemen INCO menekankan selama technically feasible pihaknya akan mengutamakan sumber energi dengan emisi karbon lebih rendah seperti LNG dan sumber energi lain seperti bio-gas/bio-fuel. 

Sesungguhnya, sejak awal beroperasi Vale Indonesia telah memanfaatkan teknologi ramah lingkungan untuk kebutuhan produksi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Setelah lebih dari empat dasawarsa beroperasi, INCO memiliki tiga PLTA yakni, Larona, Balambano, dan Karebbe yang berfungsi sebagai pamasok tenaga listrik untuk mengoperasikan furnace (tanur peleburan dan pengolahan bijih nikel) di pusat pengolahan di Sorowako.

Pengoperasian PLTA ini diakui Vale Indonesia dapat mengurangi emisi sebesar 1.118.231 ton CO2 eq per tahun (dibanding PLTD), dan 2.292.375 ton CO2 eq per tahun (dibanding PLTU batubara).

Dalam ekspansi smelter baru, INCO akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebesar 500 MW yang akan mengaliri listrik ke smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tengah dengan kapasitas 72.000 ton. Pihak INCO juga sedang berdiskusi dengan SKK Migas terkait pasokan gas alam cair (LNG) ke PLTG ini nantinya. 

Baca Juga: Erick Thohir Angkat Mantan Bos INCO Jadi Dirut Aneka Tambang (ANTM)

Bernardus menegaskan, keputusan menggunakan energi bersih di smelter tidak didorong karena alasan ekonomis belaka, tetapi INCO adalah perusahaan yang konsisten dalam menerapkan ESG. 

Untuk menangkap peluang bisnis dari era mobil listrik, INCO telah menyiapkan ekspansi smelter di Pomalaa yang dapat memproses bijih nikel limonite dengan menggunakan teknologi HPAL yang menghasilkan  produk yang dapat diolah menjadi bahan utama baterai mobil listrik. 

Melansir paparan publik  yang disampaikan pada 13 September 2021 di keterbukaan informasi BEI, proyek Pomalaa sedang dalam proses menyelesaikan perizinan AMDAL dan diharapkan dapat diselesaikan di tahun depan sehingga bisa maju ke tahap selanjutnya. 

"Kami berharap dapat menyelesaikan FID proyek ini tahun depan dan berhubung konstruksi pabrik HPAL memakan waktu panjang, dengan demikian mekanikal kontruksi akan ada di tahun 2026," terang manajemen dalam hasil laporan paparan publik tersebut. 

Kemudian, mengenai ekspansi smelter di Sorowako, agenda bisnis ini dijalankan sesuai dengan amanat yang tertuang dalam amendemen Kontrak Karya (KK) yakni meningkatkan produksi sampai dengan 25%. 

Upaya peningkatan ini akan dilakukan dengan investasi yang bersifat continuous improvement dan pembangunan tambahan satu lini produksi  rotary kiln electric furnace (RKEF) dengan tingkat produksi tambahan sekitar 10.000 ton. Dengan kombinasi proyek continuous improvement dan tambahan satu lini produksi ini, diharapkan target produksi menjadi 90.000 ton nikel dapat tercapai sebelum berakhirnya KK.

Seiring dengan ekspansi di Sorowako, pada tahun 2022, Bernardus mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dana kisaran US$ 30 juta untuk rencana belanja dalam operating expenses (opex), capital expense (capex), dan riset & development (R&D) hanya untuk Sorowako yang sejalan dengan roadmap ESG perusahaan.

Bernardus menekankan bahwa dana ini bukan untuk rencana ekspansi menaikkan kapasitas produksi, melainkan hanya untuk agenda ESG saja. "Dana ini pada intinya untuk riset terkait pengurangan emisi karbon, biaya reklamasi dan rehabilitasi, dan biaya terkait lingkungan dan community development," ujarnya. 

Selain menyiapkan rencana untuk meningkatkan kapasitas produksi, tentu saja Vale Indonesia tidak lupa tetap menjaga ketersediaan sumber nikelnya. Sampai dengan akhir tahun 2020, total cadangan kandungan bijih nikel Vale Indonesia mencapai 104,0 juta ton dry klin product (DKP) dengan total cadangan yang terbukti sebanyak 61,9 juta ton DKP dan total cadangan terkira sebanyak 42,1 juta ton DKP. 

Baca Juga: Paling lambat awal tahun depan, FID proyek smelter Bahodopi INCO rampung

"Kami memiliki rencana jangka panjang penambangan untuk memenuhi kebutuhan pabrik pengolahan yang ada saat ini dan yang akan dibangun dalam waktu 5 tahun yang akan datang," ujar Bernardus. 

Nantinya, lanjut Bernardus, Smelter di Pomalaa akan disupply 100% dari penambangan di konsesi Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Demikian juga untuk Smelter Bahodopi, INCO akan mencukupi dari Tambang Bahodopi, Sulawesi Tengah. "Adapun secara keseluruhan, saat ini fasilitas pengolahan Sorowako rata-rata volume produksi nikel per tahunnya mencapai 75.000 metrik ton," tandasnya.

Pada Desember 2021, Vale Indonesia berhasil meraih PROPER Hijau pada Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang digelar oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

Di antara 186 korporasi peraih PROPER Hijau, PT Vale merupakan satu-satunya perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel. Asal tahu saja, pada 2019 Vale Indonesia juga meraih predikat PROPER Hijau dan pada 2020 mendapatkan PROPER Biru.

PROPER Hijau diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance), di antaranya implementasi reuse-reduce-recycle (3R) limbah, penerapan Life Cycle Assessment (LCA), penurunan beban pencemaran air, dan pemberdayaan masyarakat. Penilaian tahun 2021 memasukkan sejumlah kriteria tambahan, salah satunya sensitivitas dan daya tanggap terhadap kebencanaan sebagai respons terhadap pandemi Covid-19.

CEO Vale Indonesia, Febriany Eddy mengatakan, upaya Vale Indonesia dalam mendapatkan PROPER Hijau antara lain didukung oleh pengoperasian PLTA untuk menghasilkan nikel dalam matte berbasis energi terbarukan. 

 

"Kemudian pembatalan proyek konversi batubara demi menekan emisi karbon, kegiatan rehabilitasi lahan pasca tambang dan reforestasi lintas-batas, fasilitas kebun bibit modern dan konservasi vegetasi endemik," jelasnya, 

Tidak hanya itu, Vale Indonesia juga melaksanakan pelestarian biodiversitas, keberadaan fasilitas pengolahan limbah dengan teknologi terkini, penerapan green building di sejumlah bangunan kantor, serta program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada kemandirian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×