kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indef soroti pandemi Covid-19 dan isu reshuffle yang turut pengaruhi iklim investasi


Senin, 06 Juli 2020 / 20:08 WIB
Indef soroti pandemi Covid-19 dan isu reshuffle yang turut pengaruhi iklim investasi
ILUSTRASI. Peta blok Masela


Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi minyak dan gas bumi (migas) tengah jadi sorotan pasca Shell dikabarkan berniat hengkang dari Blok Masela yang investasinya mencapai US$ 20 miliar.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai selain dampak pandemi, isu reshuffle juga turut jadi pertimbangan para investor dalam pengambilan keputusan.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, kondisi pandemi covid-19 membuat permintaan energi mengalami penurunan dalam jangka waktu panjang.

Baca Juga: Sektor hulu migas terpukul Covid-19, pemerintah diminta serius benahi iklim investasi

Selain itu, menyoal yang terjadi pada Shell Bhima menilai pertimbangan kondisi ke depan jelas menjadi salah satu alasan Shell berniat hengkang.

"Iklim investasi jadi isu yang dicermati, selain itu isu reshuffle. Bagaimana jika mereka sudah berinvestasi jangka panjang tapi ada ketidakpastian kebijakan, regulasi," tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (6/7).

Bhima melanjutkan, indeks daya saing Indonesia dalam IMD World Competitiveness 2020 merosot dari peringkat 32 menjadi peringkat 40 membuat perlunya ada perbaikan iklim investasi.

"Selain itu Shell juga mungkin melihat situasi kondisi keuangan sehingga khawatir kalau dipaksakan akan justru merugikan korporasi dalam jangka waktu yang cukup panjang," jelas Bhima.

Adapun, Ekonom Indef, Tauhid Ahmad menilai pada kondisi saat ini iklim inbestasi tidak akan berjalan optimal termasuk untuk investasi skala menengah hingga besar.

"Investasi skala menengah besar butuh teknologi, peralatan dan sumber daya, adanya hambatan mobilisasi (akibat pandemi) membuat investasi sulit sama seperti tahun lalu," kata Tauhid kepada Kontan, Senin (6/7).

Ia melanjutkan, pada sektor energi terjadi over supply dimana permintaan energi menurun. Di tengah kondisi tersebut, investor akan rugi jika memaksakan masuk dan berinvestasi.

Ada sejumlah upaya yang menurutnya mungkin dilakukan, yakni dengan tetap menawarkan investasi. Meskipun bukan dalam bentuk pelaksanaan proyek, investasi yang tetap berjalan seperti komitmen-komitmen awal dinilai bisa sekaligus menjadi momentum promosi investasi.

Baca Juga: Begini kata pengamat soal KPPU yang memutus bersalah Grab dalam kasus monopoli

Kemudian, pemerintah harus tetap menyediakan infrastruktur dasar demi tetap menarik investasi. "Pemerintah melalui APBN mungkin bisa bangun infrastruktur dasar tapi pada wilayah yang memang sebagai daerah calon investasi," terang Tauhid.

Penghentian investasi ataupun pembangunan infrastruktur dasar dinilai harus tetap dilakukan sekalipun dalam kondisi saat ini.

Langkah lain yakni dengan memanfaatkan investor atau perusahaan dalam negeri. Kendati kinerja sejumlah perusahaan energi dalam negeri seperti Pertamina dan PGN turut terdampak pandemi, Tauhid menilai langkah tersebut tetap mungkin diupayakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×