kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.295   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Indonesia Butuh Impor Kakao


Senin, 19 Juli 2010 / 21:28 WIB
Indonesia Butuh Impor Kakao


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Kenaikan impor Kakao mungkin terasa ironis mengingat Indonesia sebagai salah satu penghasil kakao terbesar di dunia. Tapi Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi malah menyambut dengan positif kenaikan angka impor tersebut. Menurutnya, kenaikan impor bubuk kakao tersebut merupakan indikasi naiknya kinerja industri makanan cokelat dari Indonesia yang membutuhkan bahan baku kakao dari negara lain yang memiliki rasa dan aroma yang berbeda.

“Cokelat yang diproduksi itu hasil blending dari kakao Indonesia dan juga impor, di mana pun industrinya kakaonya pasti dicampur,” kata Bayu usai rapat koordinasi antisipasi kenaikan harga di Kementerian Perdagangan, Senin (18/7). Dalam memproduksi cokelat, sumber kakaonya tidak hanya dari kakao Indonesia tetapi juga dicampur dengan bubuk kakao dari negara lain.

“Memang kakao itu harus di blending agar bisa menghasilkan cokelat yang berkualitas,” katanya menyambut gembira kenaikan angka impor tersebut. Menurutnya, jika terjadi kenaikan impor bubuk kakao, berarti terjadi kenaikan kinerja produksi pengolahan kakao menjadi makanan di dalam negeri.

Dalam kandungan cokelat atau makanan yang berbahan baku kakao tersebut membutuhkan aroma lain yang tidak hanya bisa dipasok dari kakao dalam negeri. Kakao Indonesia menurut Wamentan memiliki keunggulan dalam hal tahan panas dan tidak gampang mencair. “Jika impornya naik artinya industri kita itu tumbuh,” terang Bayu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×