kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Indonesia dinilai bisa mandiri bahan baku obat bila OMAI masuk JKN


Jumat, 06 November 2020 / 19:57 WIB
Indonesia dinilai bisa mandiri bahan baku obat bila OMAI masuk JKN
ILUSTRASI. Petugas meramu obat berupa rempah-rempah untuk pasien di Klinik Saintifikasi Jamu, di Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (17/1/2020). ANTARA FOTO/Harviyan Perdabna Putra/ama.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, menilai terhambatnya pemanfaatan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang berasal dari biodiversitas alam Indonesia akibat persoalan dari sisi hilir. Salah satu hambatan di sisi hilir adalah OMAI yang tidak bisa diresepkan di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga terdapat keterbatasan pemanfaatan oleh masyarakat. 

Sementara itu di sisi regulasi, terdapat Peraturan Menteri Kesehatan No 54/2018 yang membuat OMAI tidak bisa masuk Formularium Nasional di program JKN.  Terhambatnya pemanfaatan OMAI yang diproduksi industri farmasi nasional ini, diyakini membuat percepatan kemandirian bahan baku obat dalam negeri tidak tercapai dan impor bahan baku obat yang mencapai 95% sangat menggerus devisa negara.

“Keprihatinan kita dimulai dengan fakta 95% bahan baku obat itu dipenuhi dari impor yang menggerus devisa negara. Sementara dokter kita sudah terbiasa memberikan obat-obat ini kepada para pasiennya,” kata Bambang Brodjonegoro dalam webinar “Pengembangan OMAI untuk Kemandirian Obat Nasional” yang diselenggarakan oleh Tempo Media Group, Jumat (6/11).

Baca Juga: Prospek industri farmasi dan obat herbal pada kuartal IV 2020

Untuk bisa menekan impor bahan baku obat tersebut, Menristek meminta semua pihak mengampanyekan agar para dokter memiliki keberpihakan kepada OMAI. Ia menilai selama ini dokter-dokter di Indonesia belum terbiasa memberikan resep obat-obatan herbal kepada pasiennya karena sudah terlanjur nyaman menggunakan obat-obatan kimia.

Kondisi itu menurut Bambang Brodjonegoro justru menghambat penelitian dan pengembangan OMAI oleh industri farmasi nasional. Padahal pemerintah baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu Di Indonesia.

Di mana, Menteri Keuangan menjanjikan pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan, salah satunya untuk memproduksi obat-obatan herbal.

“Tetapi kita juga harus sadar, mereka mau melakukan research and development (R&D/penelitian dan pengembangan), kalau sudah jelas pemakaian dari obat yang mereka teliti itu. Kalau dokternya tidak menggunakan OMAI dan tidak mengusulkannya masuk ke dalam daftar obat rujukan Kementerian Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), industrinya tentu belum mau melakukan R&D,” keluh Bambang Brodjonegoro.

Baca Juga: Pemerintah akan suntikkan dana PMN Rp 2 triliun ke Biofarma pada tahun ini

Sebagai informasi, OMAI belum dapat dijadikan obat rujukan JKN karena belum tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 54 Tahun 2018. Akibatnya, BPJS Kesehatan tidak meng-cover biaya pembelian obat-obatan herbal tersebut. Kondisi yang membuat pemanfaatan OMAI di dunia medis hanya sebatas pelengkap obat-obatan kimia.

Pelaku usaha pun mengapresiasi langkah pemerintah yang menerbitkan PMK Nomor 153 Tahun 2020. Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS), Raymond R. Tjandrawinata menilai insentif pemotongan pajak tersebut akan merangsang pelaku industri farmasi untuk melakukan lebih banyak penelitian dan pengembangan OMAI.

“Tetapi kan PMK-nya ini baru terbit jadi butuh proses. Sekarang bagaimana caranya agar lebih banyak lagi dokter-dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) untuk menggunakan OMAI. Caranya adalah harus masuk ke JKN, sehingga dokter tidak ragu meresepkannya ke pasien,” kata Raymond R. Tjandrawinata.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×