kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia Diyakini Bisa Jadi Pelaku Halal Food Terbesar di Dunia


Jumat, 29 September 2023 / 08:14 WIB
Indonesia Diyakini Bisa Jadi Pelaku Halal Food Terbesar di Dunia
ILUSTRASI. Petugas melayani pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikasi halal di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Sabtu (18/3/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nym.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) menggelar ‘Simposium Sertifikasi Halal Food’ di Hotel Grand Kemang, Jakarta pada Rabu (27/9). Kegiatan yang bertemakan ’ Optimalisasi Peran dan Fungsi Sertifikasi Halal Food di Indonesia’ ini merupakan rangkaian kegiatan HUT KAHMI ke-57. 

Koordinator Simposium dan Seminar Rangkaian Milad ke-57 MN KAHMI, Rudi Sahabuddin dalam sambutannya menerangkan bahwa KAHMI dalam hal ini harus fokus pada agenda -agenda strategis. 

”Saya ingin menitikberatkan bahwa posisi KAHMI ini harus kembali ke Khittah saja, jalan keummatan, jalan kebangsaan, jalan ke-Indonesiaan. Kita harus mengambil jalan tengah pemberdayaan umat, ekonomi umat, membangun enterpreneur umat. KAHMI harus ambil peran -peran strategis itu,” ujar Rudi dalam keterangannya, Jumat (29/9).

Rudi menambahkan bahwa, dengan populasi muslim terbesar di dunia saat ini,  Indonesia dengan hampir 250 juta penduduk, namun hanya dijadikan market. Berbeda dengan Malaysia, Filipina dan negara negara di Timur Tengah sana, Indonesia tidak pernah mengambil peran – peran strategis itu kita hanya berada pada posisi market. Abdullah Puteh, Ketua Presidium KAHMI dalam keynote speechnya menerangkan bahwa bahwa sertifikasi halal ini memang sangat dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia. ”Saya punya pengalaman kecil suatu waktu saya pergi ke Vietnam dan ke Kamboja, biasanya kalau di Indonesia kalau kita mau makan tidak mau makan di hotel karena walaupun mahal tapi tidak enak kita cari kaki lima, kalau di Jakarta sudah pasti masakan Padang yang kita cari, atau Makasar, atau Sunda, atau Jawa. Tetapi di sana kita makan apa saja, tetapi setelah kita duduk kita tidak jadi makan, karena kita lihat pada minyaknya itu ada riniknya, guru saya menyampaikan waktu dulu di Bandung, kalau minyak itu ada riniknya, itu ada babinya. Begitu pentingnya kita tentang halal food ini tidak membuat kita justru melakukan dos,” ujarnya. Selanjutnya, ia menerangkan bahwa memang halal food ini Malaysia juaranya. Indonesia yang kedua, metinya kita yang mayoritas penduduk islamnya terbesar di dunia yang harus berada diperingkat pertama, akan tetapi kita belum.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka memberikan apresiasi kepada MN KAHMI atas terselenggaranya kegiatan tersebut. 

”Terimakasih untuk KAHMI karena produk halal ini salah satu yang menjadi perhatian masyarakat tinggi hari ini di label halal dan juga makanan halal, tentunya ini menjadi hal yang harus kita perhatikan bagaimana perkembangan, lalu juga penyiapannya secara sistem di Indonesia ini menjadi sangat penting,” ujarnya

Ia menambahkan bahwa penyelenggaraan produk halal ini tidak hanya produk makanan, restoran, namun juga rumah potong hewan, rumah potong hewan ini baik ayam ataupun daging sapi. Ia juga menjelaskan bahwa saat ini BPJPH (Badan Penjamin Produk Halal) kurang lebih mempunyai kuota 1 juta untuk UMKM. 

Kuota tersebut akan melalui pendekatan yang self declare  di produk halal itu. UMKM tidak selalu perlu melalui laboratorium, misalnya keripik singkong, bisa self declare bahwa keripik singkong ini tidak mengandung bahan – bahan yang menyangkut bahan – bahan atau bumbu – bumbu yang tidak halal.

Selain itu, Staf Khusus Wakil Presiden RI, Masykuri Abdillah menambahkan bahwa jika melihat persoalan ini, ini memang pertama sekali adalah untuk sebagai seorang muslim menginginkan bahwa yang kita makan adalah halal, sudah dijamin halal. Tapi sekaligus juga menyatakan pada luar Negeri bahwa orang Indonesia yang mayoritas muslim dan memproduksi barang – barang halal yang di ekspor ke negara – negara muslim. 

Baca Juga: Unit Usaha BNBR Meresmikan PLTS di Bekasi

”Ini sudah dinyatakan sebenarnya di dalam undang – undang nomor 33 Tahun 2014, jadi kita baru 9 tahun melaksanakan itu, oleh karena itu bisa jadi kita masih tertinggal dengan Malaysia. Karena dulu memang sudah ada dilakukan oleh Majelis Ulama tetapi bersifat mandatory, jadi hanya berupa himbauan. Sekarang adalah obligatori yang bersifat wajib,” ujarnya

Ia menambahkan bahwasanya ada beberapa hal yang harus menjadi fokus dalam terwujudnya halal food skala besar di Indonesia, pertama adalah ada kesadaran umat islam dan yang kedua adalah kesadaran produsen, yang ketiga adalah ada regulasi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×