Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Industri kakao dalam negeri memasuki babak baru. Banyaknya hambatan yang harus dilalui, menimbulkan kekhawatiran industri hilir kakao akan kembali meredup. Walhasil target pengolahan biji kakao hingga 650.000 ton kan sulit tercapai.
Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Piter Jasman mengatakan, keputusan Mahkamah Agung (MA) soal pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% terhadap komoditi primer salah satunya biji kakao tersebut menimbulkan permasalahan baru.
Selama ini industri hilir dalam negeri kekurangan bahan baku karena banyaknya investasi baru yang masuk. Padahal dengan keputusan MA tersebut, berpotensi mengakibatkan para petani menjual biji kakao ke pasar ekspor. Hal tersebut tidak lain karena penjualan produk primer segar untuk ekspor tidak dikenakan PPN, berbanding terbalik bila menjual di pasar domestik.
Atas dasar kekhawatiran tersebut, pelaku usaha disektor hilir biji kakao meminta untuk dievaluasi kembali keputusan MA tersebut. Atau bila hal tersebut tidak dapat dilakukan para produsen meminta kembali kepada pemerintah untuk membebaskan bea masuk (BM) biji kakao yang saat ini dikenakan 5%. "Kalau BM tidak nol, dan hulu masih belum bisa mencukupi akan sulit untuk mencapai target," kata Piter, Kamis (14/8).
Kekhawatiran lain bagi industri hilir didalam negeri terkait kondisi ini adalah produk yang dihasilkan tidak lagi kompetitif dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Di kedua negara tersebut BM biji kakao dibebaskan, selain itu Bea Keluar (BK) produk olahannya juga di bebaskan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News