Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Tingginya minat investor pada sektor komoditas kakao mendorong pelaku industri ingin kembali menghidupkan gerakan nasional atau gernas menanam kakao pada pemerintahan baru mendatang. Lewat gernas, pelaku usaha kakao optimis produksi kakao yang meningkat mendorong konsumsi akan kakao makin tinggi. Ujung-ujungnya industri sektor hilir kakao tanah air akan muncul.
Pieter Jasman, Ketua Asosiasi Industri Kakao Indonesia berharap tahun depan gernas kakao kembali dihidupkan. Tahun lalu, gernas kakao baru menyentuh 30% dari petani kakao di tanah air dengan produksi mencapai 500 kg per tahun. Ke depan, jika Gernas kembali hadir bukan tidak mungkin produksi kakao mencapai 2 juta ton per tahun.
Meski produksi tinggi, Piter mengakui bahwa industri kakao tanah air masih bergantung pada pasar luar negEri. Ia menjelaskan, rendahnya konsumsi kakao tanah air yakni sebesar 1 kilogram (kg) per kapita membuat industri kakao dalam negri belum semaju negara-negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura.
Bandingkan dengan negara di Eropa yang tingkat konsumsi kakao mencapai 7 kg hingga 9 kt per kapita. "Sehingga Indonesia terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan luar negri. Jika konsumsi kakao di tanah air tinggi nantinya mendorong sektor hilir seperti: makanan dan minuman juga turut tumbuh," imbuh Pieter.
Karena Pieter menyambut baik investor asing membangun pabrik kakao di Indonesia. Sebab, petani kakao juga diuntungkan dengan kehadiran pabrik kakao. Jika sebelum ada pabrik, petani harus menjual kakao melalui agen distribusi sehingga pendapatan yang diterima berkisar 80%. Adanya pabrik kakao akan menambah pendapatan petani menjadi 90%. Selain itu, industri pengemasan dan transportasi akan bertambah dengan kehadiran pabrik baru kakao.
Seperti diketahui, ada tiga investor yang akan membangun pabrik kakao di tanah air. Mereka adalah Olam International Limited (Olam) asal Singapura dengan nilai investasi ditaksi mencapai US$ 61 juta. Lalu, JB Cacao dan Asia Caco Indonesia yang keduanya berasal dari Malaysia. Keduanya membangun pabrik pada tahun ini dengan nilai investasi masing-masing pabrik berkisar antara US$ 20 juta sampai US$ 30 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News