kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Industri keramik akui sudah maksimal menyerap gas industri US$ 6/mmbtu


Kamis, 25 Maret 2021 / 19:34 WIB
Industri keramik akui sudah maksimal menyerap gas industri US$ 6/mmbtu
ILUSTRASI. Pekerja sedang melakukan proses pembuatan keramik. KONTAN/Agung?Hidayat


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

Menurut Edy, masalah ini terjadi karena ada sebagian produsen gas hulu di Jawa Timur yang belum siap memberikan harga gas US$ 6/mmbtu sehingga PGN sebagai supplier terpaksa membebankannya ke industri. Adapun hal ini sudah berjalan cukup lama sehingga Asaki meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali. 

"Hal ini tentunya sangat membebani industri keramik di Jatim apalagi di tengah gencarnya impor produk keramik dari China, India dan Vietnam," kata Edy. 

Di luar dari harga gas yang belum merata, pelaku industri keramik di Jawa Timur juga mendapat masalah lain yakni gangguan pasokan gas sejak beberapa bulan terakhir. Jadi  industri hanya diperbolehkan menggunakan 75% dari total kontrak Perjanjian Jual Beli Gas  (PJBG) PGN.  

"Hal ini memaksa industri keramik yang produksi penuh atau memakai lebih, otomatis harus membayar 25% pemakaian gas tersebut dengan harga surcharge $15/mmbtu. Sudah jatuh tertimpa tangga nasib industri keramik di Jatim," ungkap Edy. 

Tentu masalah ini membuat industri keramik di Jawa Timur tidak berdaya saing dengan sesama industri lokal, di Jawa Barat. "Jangankan sama India dan China, industri keramik di Jawa Timur sudah kehilangan daya saing di lokal karena perbedaan harga gas karena kontribusi gas ke biaya produksi 30%-35%," jelasnya. 

Padahal saat ini, industri keramik Indonesia masih harus menghadapi tantangan besar berupa importasi keramik dari India yang naik 19% yoy di 2020. Edy menjelaskan importasi ini terjadi karena sejak April 2020 harga gas industri di Indonesia turun menjadi US$ 2,5/mmbtu karena mengikuti harga gas internasional. 

"Sesungguhnya harga gas US$ 6/mmbtu sudah cukup membantu, tetapi masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga internasional seperti di India. Maka tidak heran jika impor dari India naik 19% di tahun lalu," kata Edy. 

Maka dari itu, Asaki beberapa kali bertemu dengan Kementerian Perindustrian untuk penguatan industri keramik dalam negeri dan meningkatkan tata niaga impor produk keramik. 

Selanjutnya: Ini penyebab pemerintah bakal eveluasi insentif gas US$ 6 per MMBTU untuk industri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×