Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Kalangan pengusaha industri plastik meminta pemerintah untuk menunda rencana kenaikan tarif listrik golongan industri pada Mei 2014.
Sekjen Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan, kenaikan tarif listrik golongan industri sebaiknya tidak diberlakukan di tahun ini.
Kebijakan itu dinilai akan semakin membebani kalangan pengusaha industri plastik. Apalagi, tahun ini merupakan tahun politik.
Maklum, di tahun pemilu, biasanya para partai politik (parpol) peserta pemilu akan melakukan kampanye secara berkonvoi di berbagai wilayah Indonesia.
“Hal itu bisa berdampak terhadap kelancaran distribusi barang. Distribusi biasanya 4 hari, bisa jadi bisa 6 hari sampai 8 hari. Sehingga, otomatis, biaya produksi kami bertambah lagi, karena harus menyediakan double stock dan gudang tidak boleh kosong,” kata Fajar kepada KONTAN, Selasa (4/3).
Fajar menambahkan, biaya listrik mengontribusi 17,5% dari total biaya produksi industri, menempati posisi nomor dua setelah bahan baku (75%). Sekitar 5% adalah komponen upah karyawan. Karena itu, kenaikan tarif listrik golongan industri semakin memberatkan pengusaha.
“Kondisi ini ditambah industri yang masih terpengaruh kenaikan UMP yang terjadi pada awal tahun 2014. Akibat kebijakan ini saja, sekitar 80% anggota Inaplas di sektor hilir di Jabodetabek sudah merelokasi usahanya ke Jawa Tengah dan Jawa Timur," kata Fajar.
Fajar mengklaim, jika kenaikan tarif listrik golongan industri tetap diberlakukan pada Mei 2014, maka dalam enam bulan pertama kebijakan ini, industri plastik akan menelan kerugian besar.
Alasannya, penjualan produk saat ini merupakan kontrak enam bulan lalu. Sehingga, belum memperhitungkan kenaikan tarif listrik sebesar itu.
Inaplas menghitung, dengan kenaikan tarif listrik golongan industri, omzet industri plastik di tahun ini bisa terpangkas sekitar 20%.
Untuk itu, Fajar berharap, kenaikan tarif listrik industri bisa ditunda. Paling tidak, kenaikan itu dilakukan secara bertahap tiap tiga bulan sekali, tidak diberlakukan sekaligus 13%.
“Paling tidak setahun diberlakukan dua kali dan dimulai tahun depan. Hal itu dapat memperkecil kerugian. Selain itu, pengusaha bisa melakukan negosiasi dengan pelanggan, dan ada perkiraan harga ke depan,” imbuh dia.
Menurut Fajar, Inaplas telah mengirim surat permohonan kepada Kementerian Perindustrian agar kenaikan tarif listrik diberlakukan bertahap. Surat itu dikirim pada Desember 2013. Namun, hingga kini surat tersebut belum mendapat tanggapan dari Pemerintah.
Sebelumnya, Pemerintah telah menetapkan besaran kenaikan tarif listrik konsumen industri skala besar antara 8,6-13,3 persen yang berlaku setiap dua bulan sekali mulai 1 Mei 2014.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah harus berhati-hati menaikkan tarif listrik untuk industri.
Pasalnya, subsidi yang cukup besar justru untuk golongan rumah tangga berdaya 450 VA dan 900 VA. Subsidi untuk kedua golongan rumah tangga tersebut mencapai Rp 40 triliun.
“Saya kira pemerintah perlu melakukan balancing dengan menaikkan golongan R1, sehingga kenaikan tarif golongan I3 dan I4 tidak terlalu besar,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News