Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina, Evilin Falanta | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Rumput laut sebenarnya menjadi salah satu komoditas unggulan Indonesia. Untuk rumput laut jenis eucheuma, gracilaria, kappaphycus yang tumbuh di daerah tropis misalnya, negara kita memproduksi sekitar 290 ribu ton per tahun atau sekitar 25% dari total produksi dunia.
Sejatinya, potensi rumput laut Indonesia bisa lebih baik dari itu jika pengembangannya optimal. Berbagai kendala yang dialami petani seperti penentuan harga jual yang tidak jelas, dan tidak adanya standar mutu rumput laut membuat indsutri ini berjalan bak siput.
Asal tahu saja, selama ini sekitar 85% produksi rumput laut Indonesia digunakan untuk kepentingan ekspor. Jumlah rumput laut yang diserap oleh pasar domestik untuk diolah menjadi barang-barang olahan hanya 25%. "Akibatnya, kita malah impor barang-barang olahan rumput laut yang bahan bakunya sebenarnya kita yang ekspor", kata Safari Azis, Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia, dalam jumpa pers di Menara Kadin Jakarta, Jumat (17/12)
Pernyataan ini memang bukan isapan jempol belaka. Data dari Masyarakat Rumput Laut Indonesia menunjukkan untuk rumput laut jenis Carrageenophytes yang telah dikeringkan misalnya, pada tahun 2009 produksinya mencapai 155,060 ton.
Dari jumlah ini sekitar 115.132 ton alias 74,25% dari total produksi menjadi komoditas ekspor yang menopang bahan baku industri pengolahan rumput laut di beberapa negara seperti China dan Filipina. Produksi rumput laut yang benar-benar diserap untuk industri pengolahan dalam negeri hanya 25% dari keseluruhan produksi.
Victor Nikijuluw, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mengamini data ini. Bahkan menurutnya, pangsa pasar ekspor telah menyerap 85% produksi rumput laut nasional tahun ini. Ia menambahkan rumput laut Indonesia juga menopang 50% kebutuhan bahan baku pengolahan rumput laut China. "Yang diolah langsung di dalam negeri memang masih kecil", kata Victor kepada KONTAN.
Tersedotnya produksi rumput laut Indonesia untuk kepentingan ekspor patut menjadi perhatian kita semua. Menurut Jana Tjahjana, Ketua Masyarakat Rumput Laut Indonesia, situasi ini membuat mandek industri pengolahan rumput laut dalam negeri. Padahal, komoditas rumput laut itu bisa diolah untuk berbagai macam barang seperti makanan, alat kosmetik, farmasi, hingga tekstil. "Bahkan, bisa dimanfaatkan untuk pelumas mesin", kata Jana.
Belum selesai perdebatan mengenai ekpsor bahan baku rumput laut yang mematikan industri lokal. Produksi rumput laut untuk ekspor pun terus menurun. Berdasarkan data BPS, produksi ekspor rumput laut Januari-Agustus 2010 hanya mencapai 72,039 ton. Padahal, ekspor Indonesia hanya 94 juta ton rumput laut.
Safari bilang, selain adanya krisis dunia, sikap petani yang selalu mempercepat panen rumput laut membuat produksi rumput laut menutun. "Misalnya, panen rumput laut yang seharusnya 45 hari, oleh petani kita dipercepat program panennya menjadi 35 hari sehingga menurunkan kualitas rumput laut kita." papar Safari Azis.
Ia juga menambahkan kendala terhambatnya pengembangan rumput laut di Indonesia juga disebabkan oleh kurangnya keberpihakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada kalangan pengusaha rumput laut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News