Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri susu formula dalam negeri terimbas dampak pembatasan promosi hingga larangan diskon yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024. PP ini merupakan peraturan turunan dari Undang-undang Kesehatan No 17/2023.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA) Poppy Kumala mengatakan pembatasan promosi dari produk susu formula dapat menghambat pertumbuhan bisnis industri.
"Secara tidak langsung, kategori bisnis terkait seperti industri periklanan, media, retail dan rantai pasokan pun dapat terdampak. Selain itu, pelarangan akan juga mempengaruhi kegiatan edukasi nutrisi yang biasanya dilakukan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan," ungkapnya saat dihubungi Kontan, Senin (30/09).
Baca Juga: PP 28/2024 Masih Sisakan Tantangan dari Sisi Kesehatan Bayi
Poppy menambahkan, apabila dilakukan perluasan cakupan umur untuk pelarangan promosi dan diskon tentunya hal ini berpotensi mempengaruhi daya beli masyarakat atas produk nutrisi.
"Kombinasi dari berbagai faktor di atas akan mempengaruhi akses terhadap produk nutrisi yang pada akhirnya berisiko untuk semakin meningkatkan angka stunting dan malnutrisi di Indonesia. Apalagi, pada tahun 2023 Kementerian Kesehatan mencatat adanya perlambatan penurunan angka stunting, yang sebelumnya mencapai sekitar 21% di tahun 2022 dan 2023, namun hanya turun 0,1% tahun lalu," katanya.
Meski begitu, Poppy bilang pihaknya tetap mengapresiasi kebijakan pemerintah bersama dengan pemangku kepentingan termasuk industri, untuk melakukan perlindungan terhadap pemberian ASI Eksklusif.
"Data BPS menunjukkan bahwa angka pemberian ASI Eksklusif di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2020 hingga 2022 dari 68,84% menjadi 72,04% (2022) dan 73,9% (2023). Oleh karenanya kami berpandangan bahwa peraturan yang berlaku selama beberapa tahun belakangan telah cukup kuat untuk mendukung pemberian ASI Eksklusif," ungkapnya.
Baca Juga: Kontroversi Kandungan Maltodextrin di Susu Formula, Ini Kata Ahli Gizi & Dokter Anak
Peluang PHK di Industi Susu Formula
Terkait penghambatan pertumbuhan bisnis di industri susu formula hingga peluang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Poppy bilang pihaknya sudah memikirkan potensi ini karena penurunan akibat peraturan yang tumpang tindih akan berpengaruh besar pada biaya industri.
"Tapi kami bisa memahami pandangan ini. Tekanan industri di Indonesia cukup banyak dari berbagai regulasi yang tumpang tindih dan pada akhirnya berdampak pada cost of doing business di Indonesia," katanya.
Namun ia menambahkan kacamata APPNIA, yang lebih penting dari dampak ekonomi adalah kebutuhan nutrisi dari bayi, anak dan ibu di Indonesia yang perlu dicukupi.
"Oleh karenanya, kami percaya bahwa regulasi yang perlu diperkuat di Indonesia adalah regulasi yang memastikan akses yang luas terhadap produk nutrisi, dan bukan pembatasan akses," tambahnya.
Baca Juga: 7 Manfaat Memberikan ASI Eksklusif untuk Bayi dan Ibu Menyusui
Terkait PHK, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam menuturkanbahwa yang lebih penting dilakukan adalah edukasi mengenai nutrisi yang dapat dilakukan bersama antar pemangku kepentingan.
"Larangan itu sebenarnya sudah ada. Jadi PP nomor 28 tidak membuat larangan baru. Industri sudah mematuhi larangan tersebut selama ini," katanya.
Dengan adanya pengetatan, dalam jangka panjang menurutnya akan ada potensi PHK di sektor industri susu formula.
"Kekhawatirannya kan kalau larangan susu formula terlalu diperketat bisa berdampak negatif ke industri yang pada kemudian bisa berujung meningkatnya PHK," tambahnya.
Untuk diketahui, aturan mengenai susu formula dalam PP 28/2024 tertuang dalam pasal 33. Di mana produsen atau distributor susu formula bayi dilarang melakukan kegiatan yang dapat menghambat pemberian air susu ibu eksklusif.
Baca Juga: Jaga Nutrisi&Kepercayaan Konsumen,Ini Peran Analisis Proximate dalam Industri Makanan
Seperti pemberian diskon untuk pembelian susu formula, pemberian informasi oleh tenaga medis maupun influencer ataupun diiklankan media massa, baik cetak maupun elektronik, media luar ruang, dan media sosial.
Padahal jika dilihat dari kontribusinya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat investasi industri pengolahan susu pada tahun 2023 mencapai Rp23,4 triliun, dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 37 ribu orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News