kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.909   21,00   0,13%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Ini 3 Masalah yang Bikin Investor Asing Migas Hengkang dari Indonesia


Senin, 08 Mei 2023 / 16:58 WIB
Ini 3 Masalah yang Bikin Investor Asing Migas Hengkang dari Indonesia
ILUSTRASI. Pengeboran minyak lepas pantai Pertamina Hulu Energi.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pendiri Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan ada tiga hal yang membuat iklim investasi hulu migas Indonesia kurang kompetitif.

Tiga faktor ini yang membuat Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Asing dalam beberapa tahun belakangan pada hengkang dari sektor hulu migas tanah air. 

“Ketiga hal tersebut ialah kepastian hukum lemah, fiskal keekonomian rendah dalam pengembalian investasi, dan birokrasi perizinan yang berlapis,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (8/5). 

Maka itu, dia menegaskan bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) Migas perlu segera dibahas dan diselesaikan antara DPR dan pemerintah. Menurutnya, ini adalah sinyal bagi iklim investasi, seberapa serius Indonesia menyelesaikan tiga persoalan utama tersebut. 

Baca Juga: Pengamat: Kebijakan Sektor Energi Maju Mundur, Dominan Dipengaruhi Faktor Politik

Jika tiga persoalan utama tadi tidak diatasi, target produksi 1 juta barel minyak bumi dan 12 miliar kaki kubik gas bumi per hari di 2030 tidak akan bisa dicapai. 

“Menjaga tingkat produksi saat ini saja akan kesulitan,” ujarnya. 

Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 (UU Migas 22/2001) yang masih digunakan saat ini telah meniadakan keistimewaan dalam pengelolaan migas saat ini, di antaranya prinsip Assume and Discharge, pemisahan Production Sharing Contract Agreement (PSC) dengan Keuangan Negara serta Single Door Bureaucracy. 

Menurut dia, ketentuan pada UU Migas No 22 Tahun 2001, pengelolaan keuangan kontrak PSC masuk dalam bagian dari pengelolaan keuangan negara karena pihak yang mewakili negara dalam berkontrak merupakan instansi pemerintah. 

Hal itu berpotensi memunculkan berbagai dampak negatif, seperti persepsi yang cenderung negatif terkait besaran pengembalian biaya operasi (cost recovery), kaitan cost recovery dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta tereksposenya para pihak dalam kontrak PSC dengan hukum karena kerugian investasi migas dapat dianggap merugikan negara. 

Baca Juga: Genjot Kinerja 2023, Wintemar Offshore (WINS) Kejar Kontrak Baru



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×