Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota holding BUMN Pertambangan MIND ID, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) konsisten menggeber beberapa proyek hilirisasi batubara tahun ini.
Meskipun, jika dilihat berdasarkan izin, PTBA mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sedangkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), izin usaha pertambangan batubara yang diwajibkan melakukan hilirisasi adalah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Head of Investor Relations PTBA Aldy Pratama Iswardi mengatakan meskipun bukan IUPK, PTBA tetap mengembangkan hilirisasi batubara untuk mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang dituangkan dalam 17 program prioritas nasional dan hilirisasi mineral menjadi salah satunya.
"Benar, memang yang diwajibkan untuk melakukan hilirisasi adalah para pemegang IUPK. Meski demikian, PTBA terus berkomitmen dalam mendukung ketahanan energi nasional dan transisi pemanfaatan energi melalui hilirisasi batu bara," jelas Aldy kepada Kontan, Rabu (3/9/2025).
Baca Juga: Dukung Swasembada Pangan, PTBA dan UGM Hadirkan Produk dari Hilirisasi Batu Bara
PTBA melihat proyek hilirisasi ini menjadi salah satu upaya untuk mempercepat monetisasi cadangan batu bara yang dimiliki oleh perseroan.
"Hilirisasi batubara ini tentu akan berdampak pada peningkatan nilai tambah batu bara, terutama untuk batu bara yang berkalori rendah yang biasanya mempunyai nilai jual dan margin yang cukup rendah," kata Aldy.
Aldy juga menyebut, dengan adanya produk hilirisasi ini selain meningkatkan nilai tambah, diharapkan juga meningkatkan harga jual.
Ke depan, produk-produk hilirisasi batubara ini diharapkan bisa berimbas pada peningkatan pendapatan perusahaan dan secara tidak langsung akan menambah pendapatan negara dan daerah, baik melalui pajak maupun Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Berikut beberapa proyek hilirisasi PTBA:
Dimetil Eter (DME)
Proyek DME PTBA, menggunakan bahan baku batubara kalori rendah pertama kali disepakati pada tanggal 10 Desember 2020. Dengan anggota konsorsium kerjasama, PTBA sebagai supplier atau pemasok batubara, dan PT Pertamina (Persero) bertindak sebagai off taker.
Lalu ada pula perusahaan gas asal Amerika, Air Products and Chemicals, Inc. sebagai pihak yang menyediakan teknologi dan membawa pendanaan dalam proyek ini.
Sayangnya, Air Products memutuskan hengkang dari proyek ini dengan alasan nilai keekonomian dan dan potensi pengembangan bisnis di AS.
Terkait perkembangan terbaru, Aldy menyebut, saat ini PTBA masih dalam tahap penjajakan untuk mitra potensial baru.
"Coal to DME, saat ini masih dalam tahap penjajakan calon mitra baru," kata Aldy.
Baca Juga: PTBA: Hilirisasi Batubara Kalium Humat Tingkatkan Produktivitas Pertanian Hingga 30%
Sebelumnya, Direktur Utama PTBA Arsal Ismail pernah menyebut, sebagai substitusi dari LPG, nilai keekonomian dari DME masih memerlukan perhitungan lebih lanjut agar harga bisa diterima di pasaran.
Menurutnya, harga DME yang dapat dihasilkan PTBA yakni senilai US$ 911 hingga US$ 987 per ton atau lebih besar dari harga patokan DME yang diusulkan oleh Kementerian ESDM pada 2021 yakni sebesar US$617 per ton yang merupakan harga pasar, namun belum termasuk subsidi.
Jika berjalan, dengan harga di atas, maka nilai subsidi untuk DME adalah sebesar US$ 710 per ton atau lebih besar dibandingkan nilai subsidi untuk LPG pada kesetaraan DME saat ini yaitu US$ 474 per ton.
"Analisa perhitungan kami masih lebih tinggi dari harga LPG Impor. Yang kedua, ada sejumlah tantangan teknis yang disampaikan Pertamina (sebagai offtaker)," kata Arsal.
Tantangan teknis ini meliputi infrastruktur gas seperti jalur distribusi dan perangkat kompor rumah tangga yang kompatibel dengan DME.
Kalium Humat
Produk hilirisasi PTBA yang bersumber dari batubara kalori rendah lainnya adalah kalium humat. Produk hilirisasi ini merupakan pupuk organik alami yang berasal dari garam kalium asam humat, sebuah senyawa kompleks yang diekstraksi dari lignit atau batu bara kalori rendah.
Produk ini berfungsi sebagai pembenah tanah sekaligus sumber kalium organik, dan sangat efektif untuk meningkatkan kesuburan tanah, efisiensi penyerapan nutrisi, serta meningkatkan ketahanan dan produktivitas tanaman.
Adapun, pengembangan kalium humat dijajaki PTBA bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) dan kini telah siap dikomersialisasikan dengan merek dagang, BA Grow.
Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA Turino Yulianto mengatakan, kalium humat menjadi salah satu bentuk hilirisasi batu bara yang dilakukan PTBA untuk mendukung Asta Cita Presiden RI yang berfokus pada kemandirian pangan, hilirisasi industri, dan kesejahteraan masyarakat.
“Kalium humat adalah bukti persembahan kami bagi negeri untuk menghadirkan energi tanpa henti. Kami pun siap mengkomersialisasikan kalium humat ini dengan brand produk BA Grow,” jelas Turino dalam keterangan tertulis, Kamis (4/9/2025).
Baca Juga: Pendanaan Ekspansi PTBA Berasal dari Pinjaman Bank dan Kas Internal, Ini Alasannya
Synthetic Natural Gas (SNG)
Kolaborasi dalam hilirisasi batubara, juga tengah dilakukan PTBA bersama dengan anggota BUMN lainnya, PT Pertamina Gas Negara (PGN) Tbk dalam bentuk substitute natural gas (SNG) atau gas sintetis.
Menurut Arsal, proyek ini membutuhkan dana investasi sebesar US$ 3,2 miliar untuk pembangunan pabrik.
"Berdasarkan kajian awal bersama PGN, estimasi kebutuhan investasi pabrik proyek ini adalah sebesar US$ 3,2 miliar," kata Arsal.
Adapun, SNG akan fokus memanfaatkan cadangan batubara kalori rendah milik PTBA atau dengan nilai GAR (Gross As Received) kisaran 3.700.
"PTBA karena cadangannya sangat besar, sekitar 2,9 miliar (ton), ini ada beberapa cadangan batubaranya yang berkalori rendah yang sangat sesuai untuk dikompersi menjadi gas sintetis," kata Arsal.
Untuk tahap terkini, kerjasama ini telah berada dalam Studi kelayakan (feasibility study) dengan target front-end engineering design (FEED) pada tahun 2026. Diikuti dengan penandatanganan perjanjian kerjasama, keputusan investasi final, proses pembiayaan, dan perizinan.
Grafit Sintetis dan Anode Sheet
Pengembangan hilirisasi batubara PTBA lain adalah dalam bentuk grafit sintetis dan anoda sheet telah ditandai dengan diluncurkan soft launching atas pilot project dari Artificial Graphite dan Anode Sheet di Kawasan Industri Tanjung Enim, pada 15 Juli 2024 silam.
Dalam perkembangan terbaru, proyek yang digarap PTBA bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini masih berada pada tahap penyusunan dan pemutakhiran desain teknik dasar (basic engineering design) yang ditargetkan selesai akhir tahun 2025.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) Genjot Lini Bisnis Non-Batubara
Adapun dana yang dibutuhkan untuk pembangunan pilot plan hilirisasi batu bara menjadi grafit sintetis adalah sebesar Rp 287 miliar.
"Kami merencanakan pembangunan pilot plan di Tanjung Enim dan pada tahun 2026 sebagai langkah lanjutan menuju skala komersial," ucap Arsal.
Dalam catatan Kontan, dari proyek hilirisasi ini, PTBA menargetkan produksi Grafit Sintetis sebanyak 200 ton per bulan dan Anoda Sheet sebanyak 41,5 ton per bulan.
Metanol
Produk hilirisasi batubara yang saat ini juga masih berada pada tahap penyusunan feasibility study, adalah hilirisasi batubara menjadi Metanol.
"Beberapa masih dalam tahap penyusunan feasibility study seperti project coal to SNG dan coal to methanol," ungkap Aldy.
Sebagai negara dengan perkembangan industri yang pesat, metanol memiliki banyak fungsi dalam sektor industri di Indonesia, misalnya sebagai bahan dasar pembuatan plastik serat sintetis, perekat, cat hingga bahan kimia dalam farmasi.
Dari sektor energi, metanol dibutuhkan dalam campuran biodiesel dan campuran bahan bakar rendah emisi lainnya seperti Gasoline A20, dengan campuran 15% metanol dan 5% ethanol.
Aldy juga menjelaskan bahwa proyek gasifikasi menjadi metanol ini membutuhkan investasi sebesar US$2,3 miliar. Dengan kebutuhan bahan baku sekitar 4,7 juta sampai 6,3 juta ton batu bara per tahun.
"Harapannya project-project tersebut dapat dilanjutkan ke tahapan komersial sehingga mampu menambah revenue stream perusahaan selain dari sisi batubara," kata Aldy.
Baca Juga: Pendanaan Ekspansi PTBA Berasal dari Pinjaman Bank dan Kas Internal, Ini Alasannya
Dalam pengembangan kinerja keseluruhan, batubara sebagai konsumsi domestik, impor maupun untuk hilirisasi, PTBA meyakinkan bahwa cadangan batubara mereka masih dapat ditambang 75-100 tahun ke depan.
Melansir data pada tahun 2024, cadangan batubara yang dimiliki oleh perseroan mencapai 2,98 miliar ton. Adapun, sepanjang tahun ini, PTBA menargetkan produksi sebanyak 50 juta ton batu bara, naik dari realisasi tahun lalu sebesar 43,3 juta ton batubara.
Selanjutnya: 8 Negara Ini Mulai Manfaatkan AI di Bidang Militer
Menarik Dibaca: Daftar Promo Burger Favorit September 2025, McD hingga Burger King Harga Spesial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News