Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. PT Adhi Karya Tbk optimistis bisa mengejar target kontrak baru tahun ini yang dipatok sebesar Rp 18 triliun meskipun realisasinya masih jauh dari target. Pasalnya, kini perusahaan pelat merah ini tengah mengikuti sejumlah tender proyek yang sangat besar kemungkinannya bisa mereka menangkan.
Adapun proyek-proyek yang dibidik tersebut diantaranya jalan tol, proyek gedung dan apartemen, bandara serta proyek Engineering, Procurement, and Construction (EPC). "Sebagian besar ada proyek tol dan EPC karena itu akan kita peroleh dari konsensi kita," kata Harris Gunawan, Direktur Keuangan Adhi Karya pada KONTAN, Selasa (25/10).
Sampai akhir September 2016 baru Rp 11 triliun atau 61,1 % dari target tahun ini. Itu artinya dalam tiga bulan terakhir ini mereka harus bisa mengejar kontrak anyar senilai Rp 7 triliun.
Adhi Karya sebenarnya sudah merevisi turun targetya tahun ini karena banyak proyek yang gagal dimenangkan. Semula mereka mematok target kontrak anyar sebesra Rp 25 triliun.
Meskipun kontrak baru emiten berkode ADHI ini kelihatannya tidak sebagus perusahaan konstruksi BUMN lainnya, namun akhir tahun potensi pencapaian kontrak anyar mereka akan sangat besar karena masih ada proyek LRT Jabodetabek yang menunggu ditandangani.
Sebetulnya target kontrak baru ADHI tahun ini belum termasuk dari kontrak LRT. Perusahaan sengaja memisahkannya agar administrasi laporan keuangan mereka ke depan lebih rapi.
Menurut Harris penandatangan kontrak LRT akan dilakukan Kementerian Perhubungan pada November mendatang. Perkiraannya, mereka bakal mengantongi kontrak baru tahap pertama sekitar Rp 22 triliun.
Pendatangan kontrak LRT memang terbilang lambat. Padahal groundbreking proyek ini sudah dilakukan sejak September 2015. Harris bilang, kontrak belum terealisasi lantaran masih dalam pembahasan skema pembayaran.
Kementerian Perhubungan menginginkan pembayaran proyek ini dilakukan selama 10 tahun. Sementara ADHI keberatan karena proyek tersebut akan selesai tahun 2019. Jika masanya seperti itu maka akan memberatkan catatan laporan keuangan perusahaan setelah proyek selesai.
"Meskipun itu yang bayar nanti adalah pemerintah ke bank tapi akan membuat laporan akan membuat laporan keuangan kita jelek, DER kita tinggi sehingga sulit untuk ekspansi lagi." jelas Harris.
ADHI sedang melakukan negosiasi terkait skema pembayaran agar setelah tahun 2019 utang proyek LRT tidak lagi tercatat di laporan keuangan perseroan. Tetapi pembukuannya akan langsung dari Kemenhub kepada perbankan.
Dengan adanya revisi turun target kontrak baru ditambah dengan mundurnya kontrak proyek LRT maka pendapatan perseroan tahun ini diperkirakan hanya akan mencapai Rp12 triliun, turun dari target semula Rp 20 triliun. Laba bersih mereka juga diperkirakan akan dibawah target semula Rp 750 miliar.
Kendati tahun ini kinerja ADHI tidak menggembirakan, namun itu akan terbayar dengan potensi pertumbuhan tahun depan yang diperkirakan akan sangat kencang terutama dari proyek LRT.
Selain dari proyek LRT, potensi pertumbuhan kontrak baru mereka tahun 2017 juga berasal dari rencana investasi akan dilakukan. Saat ini, ADHI tengah mengincar investasi di ruas tol, pengadaan air bersih dan investasi di sektor energi. dana yang disiapkan untuk investasi hingga tahun depan mencapai Rp 4,5 triliun. "Ini semua masih dalam proses tender." ungkap Harris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News