kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini alasan pengembang minta perizinan dipangkas


Rabu, 04 Maret 2015 / 17:16 WIB
Ini alasan pengembang minta perizinan dipangkas
ILUSTRASI. PT Electronic City Indonesia Tbk (ECII) mencatat ada tiga besar produk elektronik yang terjual paling banyak sepanjang semester I-2023.


Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Kalangan pengusaha di sektor perumahan dan properti pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan terkait dengan perizinan. Mereka menuntut agar segera dibuat payung hukum, seperti Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur terkait dengan perizinan mendirikan perumahan atau properti. 

Wakil Ketua Umum Bidang Rumah Sederhana Tapak (RST) DPP Real Estate Indonesia (REI) Dadang Juhro mengatakan, pihaknya menuntut kepada pemerintah khusnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dapat menyelesaikannya. Pasalnya, dengan otonomi daerah yang telah berjalan saat ini pemerintah daerah memiliki kewenangan sendiri untuk mengatur wilayahnya.

Jumlah perizinan yang dikeluhkan oleh REI sendiri mencapai 44 tahapan perizinan. Jumlah tersebut menurut Dadang, menimbulkan kerugian dari sisi waktu dan biaya. "Ini wewenang Kemendagri bagaimana menembus daerah dan kabupaten sementara mereka ada otonomi," kata Dadang, Rabu (4/3).

Meski tidak merinci, 44 tahapan perizinan yang dinilai memberatkan tersebut antara lain adalah mengenai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dadang bilang, padahal selama ini pengembang juga telah mengurus Analisis dampak lingkungan (Amdal). 

Sehingga, menurut Dadang bila sudah mengurus Amdal maka sewajarnya tidak perlu lagi mengurus RUTR dan RDTR. "Dengan pengurusan RUTR dan RDTR, maka pengajuan izin harus diulang-ulang," kata Dadang. 

Selain itu ada juga pengurusan peil Banjir atau acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/pemukiman. Menurutnya, dengan menggunakan Amdal sudah cukup karena perumahan berbeda dengan kawasan industri yang cenderung menghasilkan limbah. 

Dadang bilang, kebijakan ini dilakukan di hamppir seluruh wilayah daerah. Oleh sebab itu, saat ini Dadang bilang pihaknya sedang mengajukan pertemuan dengan Kemendagri untuk membuat Focus group discussion (FGD) yang kemudian dapat di ajukan ke Wakil Presiden untuk menjadi bahan pertimbangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×