Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih dalam tren melemah. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) sempat menembus level Rp 16.528 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu (19/3).
Kurs rupiah berbalik menguat ke area Rp 16.481 per dolar AS pada Kamis (20/3). Namun, posisi mata uang garuda saat ini belum bisa meredakan kekhawatiran pelaku usaha di tengah bayang-bayang tekanan makro ekonomi domestik maupun global.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan penguatan nilai tukar dolar AS tidak otomatis membuat produsen migas bersukacita untuk mendulang cuan.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 16.485 Per Dolar AS Pada Hari Ini 20 Maret 2025
Di tengah posisi Indonesia yang sebagai negara net importir minyak, kondisi rupiah yang melemah di tengah penguatan dolar AS justru bisa mengerek beban operasional pelaku usaha di sektor migas.
Tak hanya dari sisi operasional bisnis, tren pelemahan rupiah yang berkepanjangan memunculkan kekhawatiran terhadap iklim investasi di Indonesia, termasuk pada sektor migas.
Dus, pelaku usaha di industri migas lebih mengharapkan adanya stabilitas ekonomi sehingga pergerakan nilai tukar bisa lebih terjaga.
"Jadi kami lebih baik pergerakan rupiah bisa stabil. Ini kan menyambung ke stabilitas ekonomi. Investor tentu memilih negara yang ekonominya stabil, kuat dan ada kepastian," kata Rizal kepada Kontan.co.id, Kamis (20/3).
Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan turut menyoroti stabilitas kurs rupiah. Yustinus mengatakan, pelemahan rupiah menekan sejumlah sektor, salah satunya di industri kaca.
"Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sangat sensitif terhadap biaya produksi. Soda ash sebagai salah satu bahan baku utama harus diimpor karena belum diproduksi di dalam negeri," ungkap Yustinus.
Dia menggambarkan, porsi biaya soda ash mencapai sekitar 35% dari biaya produksi. Dus, untuk mengimbangi kenaikan beban operasional, pelaku usaha di industri kaca mesti memacu penjualan, terutama untuk pasar ekspor.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.531 Per Dolar AS Hari Ini (19/3), Terburuk di Asia
Perusahaan pun menyusun strategi untuk meminimalisasi dampak dari volatilitas kurs rupiah. Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk (ASII) Boy Kelana Soebroto mengatakan Grup Astra menjaga disiplin finansial yang konservatif dan ketat, serta melakukan lindung nilai terhadap eksposur mata uang asing.
"Kebijakan keuangan Astra dirancang untuk mengurangi dampak keuangan dari fluktuasi tingkat suku bunga dan nilai tukar serta meminimalisir potensi kerugian yang dapat berdampak pada posisi keuangan," ujar Boy.
Boy bilang, Astra mengelola risiko keuangan dengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen. Tujuan utamanya untuk membatasi risiko yang timbul dari valuta asing dan tingkat suku bunga, supaya dapat memberikan tingkat kepastian biaya.
Secara operasional bisnis, Boy mengatakan bahwa produk Astra memiliki komponen lokal yang tinggi serta export revenue ratio yang cukup baik.
"Hal Ini membantu Astra memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap gejolak kurs," tandas Boy.
Selanjutnya: Paper.id Luncurkan PaperXB untuk Pelaku Usaha Lakukan Pembayaran Lintas Negara
Menarik Dibaca: Magalarva Ekspor Pakan Hewan dari Limbah Organik ke AS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News