Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik Indonesia (INAPLAS) mengakui pelemahan kurs rupiah terhadap dolar tidak terlalu terdampak pada pelaku usaha petrokimia Tanah Air.
Sekretaris Jenderal INAPLAS, Fajar Budiono menjelaskan untuk permasalahan kurs rupiah ke dolar sebenarnya pelaku usaha langsung konversi ke dolar sehingga tidak terlalu bermasalah. Kebetulan, tren permintaan juga sedang mengalami penurunan, maka itu dampak langsung tetap ada tapi kecil sekali.
“Justru yang saat ini menjadi kendala adalah ketersediaan bahan baku dan demand yang menurun,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (17/7).
Baca Juga: Industri Petrokimia Disebut Masih Dibelenggu Sejumlah Hambatan
Fajar menjelaskan, pada dasarnya pelaku usaha meneken kontrak jangka panjang untuk pembelian bahan baku. Kendala yang dirasakan saat ini malahan bukan pada bahan baku utamanya, tetapi pada bahan penolong seperti katalis.
Pasalnya, bahan penolong ini mengikuti shipment dengan barang-barang lain sehingga jadwalnya jadi agak panjang atau waiting list. Meski begitu, Fajar mengakui, kontainer sudah mulai ada hanya masih sedikit sehingga biaya pengiriman masih mahal. Sedangkan untuk bahan baku utama dikirim menggunakan kapal sendiri sehingga tidak mengalami kendala.
“Tentu kalau tidak ada bahan penolong pelaku usaha tidak bisa produksi. Ibarat mau membuat nasi goreng, bahan baku utamanya adalah nasi, tetapi bahan penolong ini bumbu-bumbunya,” terangnya.
Baca Juga: Industri Petrokimia Bakal Tertekan, Lonjakan Harga Minyak Mentah Jadi Biang Keladi
Fajar memaparkan, kebetulan saat ini terjadi tren penurunan permintaan petrokimia. Namun dia melihat bahwa dua bulan ke depan harga petrokimia akan kembali mengalami tren kenaikan karena Eropa sudah mulai masuk musim dingin. Kemudian, Ukraina dan Rusia masih berperang. “Pada akhirnya, bahan baku ini akan terserap ke energi jadi harga akan naik,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News