kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.880.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.260   50,00   0,31%
  • IDX 6.928   30,28   0,44%
  • KOMPAS100 1.008   6,44   0,64%
  • LQ45 773   2,07   0,27%
  • ISSI 227   2,98   1,33%
  • IDX30 399   1,47   0,37%
  • IDXHIDIV20 462   0,59   0,13%
  • IDX80 113   0,62   0,55%
  • IDXV30 114   1,38   1,22%
  • IDXQ30 129   0,27   0,21%

Situasi Geopolitik Memanas, Indeks Keyakinan Industri Juni Turun jadi 51,84


Senin, 30 Juni 2025 / 21:55 WIB
Situasi Geopolitik Memanas, Indeks Keyakinan Industri Juni Turun jadi 51,84
ILUSTRASI. Pekerja menyelesaikan pembuatan perangkat alat elektronik rumah tangga di PT. Selaras Citra Nusantara Perkasa (SCNP), Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juni 2025 melambat ke posisi 51,84. Dampak dari memanasnya eskalasi geopolitik menjadi katalis negatif yang membuat indeks mengalami penurunan secara bulanan maupun tahunan. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juni 2025 melambat ke posisi 51,84. Dampak dari memanasnya eskalasi geopolitik menjadi katalis negatif yang membuat indeks mengalami penurunan secara bulanan maupun tahunan.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief mengatakan posisi IKI Juni 2025 masih di fase ekspansi, meski mengalami perlambatan 0,27 poin ketimbang IKI Mei 2025 sebesar 52,11. Sementara itu, IKI Juni 2025 merosot 0,66 poin dibandingkan nilai IKI Juni 2024, yang kala itu berada di level 52,50.

Ia merinci, IKI Juni 2025 untuk industri yang berorientasi ekspor menurun 0,14 poin secara bulanan dari 52,33 menjadi 52,19. Pada periode yang sama, IKI untuk industri yang berorientasi pasar domestik turun 0,50 poin dari 51,82 menjadi 51,32. 

Febri menjelaskan, penurunan IKI Juni 2025 didorong oleh kekhawatiran pelaku industri manufaktur terhadap dampak konflik Iran vs Israel. Lonjakan biaya energi dan biaya logistik, serta kenaikan harga bahan baku membayangi para pelaku industri jika eskalasi di Timur Tengah kembali memanas.

"Konflik itu menyebabkan persepsi di kalangan dunia usaha akan membebani mereka, terutama melalui kenaikan harga energi. Dampak lainnya soal kenaikan biaya logistik. Bisa saja membuat harga bahan baku meningkat. Itu yang menyebabkan optimisme industri menurun," kata Febri pada rilis IKI yang berlangsung di Kantor Kemenperin, Senin (30/6).

Baca Juga: IKI Mei 2025 Naik Jadi 52,11 Terdongkrak Pesanan Baru di Industri Manufaktur

Secara variabel yang membentuk IKI Juni 2025 adalah pesanan baru mengalami kenaikan secara bulanan sebanyak 2,44 poin menjadi 54,21. Selain itu, kenaikan juga terjadi pada variabel persediaan produk yang naik 1,22 poin ke level 53,70.Namun, perlambatan terjadi pada variabel produksi yang anjlok 5,79 poin ke level 46,64 atau berada di fase kontraksi.

"Produksi menurun, jadi industri menggunakan stok yang ada di gudang untuk memenuhi permintaan yang meningkat," jelas Febri.

Adapun, IKI terbentuk dari analisis terhadap 23 sub-sektor industri manufaktur. Dari jumlah tersebut, sebanyak 18 sub-sektor mengalami ekspansi, dan lima sub-sektor mengalami kontraksi pada bulan Juni. 

Kelima sub-sektor yang kontraksi meliputi Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan dengan Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI) 33, Industri Komputer, Barang Elektronik dan Optik (KBLI 26), Industri Peralatan Listrik (KBLI 27), Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki (KBLI 15), dan Industri Mesin dan Perlengkapan (KBLI 28).

Peluang & tantangan 

Kemenperin yakin, sejumlah sub-sektor bisa memperbaiki performa pada semester II-2025. Contohnya di industri alas kaki. Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kemenperin Rizky Aditya Wijaya mengatakan industri alas kaki mengalami kontraksi lantaran tertekan sejumlah tantangan seperti ekspor yang terganggu eskalasi geo-politik.

Meski begitu, Rizky mengklaim indikator fundamental industri alas kaki masih kuat. Terlihat dari adanya 12 investasi baru Penanaman Modal Asing (PMA) dengan nilai total sekitar Rp 8 triliun pada periode Januari - Mei 2025.

Minat investasi di industri alas kaki berlanjut pada bulan Juni. Rizky mencatat ada tiga investasi dengan estimasi senilai Rp 2,5 triliun - Rp 3 triliun. Selain dari investasi, dorongan lainnya datang dari Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA) yang akan segera dirampungkan.

Perjanjian ini berpotensi meningkatkan ekspor ke Uni Eropa karena adanya pembebasan tarif bea masuk untuk sebagian besar produk Indonesia.

"Kami harapkan IEU CEPA akan segera dirampungkan. Jadi ada peluang yang baik ke depan," kata Rizky.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Yoseph Billie Dosiwoda menyoroti sejumlah isu geopolitik yang bisa berdampak terhadap rantai pasok bahan baku dan ekspor alas kaki. Mulai dari perang tarif yang dicetuskan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump hingga konflik militer seperti yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, India dan Pakistan, serta Iran dan Israel.

Billie turut mengharapkan IUE-CEPA bisa segera disahkan. Dengan adanya Free Trade Agreement (FTA), pelaku industri alas kaki Indonesia bisa mendapatkan akses baru ke Eropa dengan tarif yang kompetitif seperti yang sudah dimiliki oleh Vietnam dan Kamboja.

Baca Juga: Indeks Kepercayaan Industri Melambat Jadi 52,98 pada Maret 2025

Saat ini, pelaku industri masih menanti hasil negosiasi tarif resiprokal dari Donald Trump.

"Masih wait and see. Harapannya stabil dan bisa bangkit dengan strategi daya tahan dan dukungan pemerintah di semester kedua 2025 ini," kata Billie saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (30/6).

Pelaku industri peralatan listrik juga mengejar perbaikan kinerja pada paruh kedua 2025. Ketua Umum Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) Yohanes P. Widjaja mengungkapkan kontraksi industri peralatan listrik terutama karena dua faktor, yakni penurunan permintaan ekspor dan realisasi proyek-proyek kelistrikan yang masih minim di semester pertama.

Yohanes menilai pasar ekspor masih menantang. Dus, pelaku industri berharap permintaan dari dalam negeri bisa mendaki seiring dengan terbitnya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034 dan dimulainya pengadaan proyek-proyek pemerintah.

Dua faktor itu diperkirakann bisa kembali menyetrum industri peralatan listrik di sisa tahun ini.

“Kami berharap di semester kedua akan ada peningkatan permintaan, khususnya untuk proyek kelistrikan," tandas Yohanes.

Selanjutnya: Ditopang Model J7, Penjualan Jaecoo Tembus 700 Unit

Menarik Dibaca: Tren Alat Pembersih Multifungsi Meningkat, Tineco Jaring Pasar Global Wet & Dry

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×