Sumber: Antara | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman menjelaskan alasan pencabutan subsidi tarif dasar listrik oleh pemerintah.
"Bukan karena rugi atau salah kelola dari PLN terkait pendataan ulang penerima subisidi," kata Jarman usai mengisi seminar nasional "Kebijakan Ketenagalistrikan Presiden Joko Widodo: Tantangan dan Prospek" di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis (5/11).
Ia menginformasikan, jika pada pendataan sebelumnya, ketika masyarakat ingin memasang listrik berdaya 900 VA, itu akan diberikan tanpa mengetahui tingkat kemampuan ekonominya.
"Dulu setiap orang minta listrik 900 VA dikasih termasuk kaya atau tidak," katanya.
Kemudian, masyarakat yang menempati rumah kontrak atau apartemen juga dikasih 900VA atas nama penyewa, bukan yang memiliki rumah. Padahal apartemen bukan termasuk kategori orang miskin.
Selain itu, pengontrak yang memiliki banyak kamar, bisa juga dipasangakan banyak daya dalam satu rumah, padahal cuma terdiri dari satu-dua kamar.
Oleh kerena itu, ia mengatakan pencabutan subsidi tarif dasar listrik masih menunggu data dari tim pendata kemiskinan.
"Harus dicek dulu antara data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dengan data di PLN, dicocokan dengan identitas pelanggan PLN supaya jangan sampai orang yang harusnya dapat subsidi, malah tidak dapat," kata Jarman.
Ia menjelaskan, sekitar 23 juta pelanggan PLN tersbut, bisa saja bertambah ataupun bisa berkurang, karena ada penduduk yang masuk data di Badan Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (BNP2K) tapi tidak masuk sebagai identitas pengguna PLN karena dia kontrak rumah, alias tidak punya rumah sendiri.
"Saya targetkan proses pendataan bisa selesai sekitar empat bulan lagi, atau pada tengah tahun mendatang," kata Jarman.
Sementara itu, masyarakat dianggap telah terjerat informasi yang tidak lengkap dan kurang mendukung rakyat kecil atau ibarat "Jebakan Batman" terkait penaikan tarif listrik beserta instrumennya, kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi.
"Masyarakat ditawari konsumsi listrik rumah tangga 1.300 VA, dengan iming-iming tambah daya gratis, namun setelah itu tarif listrik 1.300 VA ke atas, naik secara otomatis bersama mekanisme pasar, ini namanya 'Jebakan Batman'," kata Tulus Abadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News