kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini komentar Gapmmi soal pengenaan tarif bea masuk impor susu Uni Eropa


Senin, 19 Agustus 2019 / 22:26 WIB
Ini komentar Gapmmi soal pengenaan tarif bea masuk impor susu Uni Eropa
ILUSTRASI. Negara Produsen Susu Sapi Terbesar di Dunia - China


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah tengah mengkaji wacana pemberlakuan tarif bea masuk produk bahan baku susu yang diimpor dari Uni Eropa. Hal ini dilakukan sebagai balasan atas pengenaan Bea Masuk Anti-Subsidi (BMAS) oleh Uni Eropa terhadap impor biodiesel asal Indonesia.

Menanggapi wacana tersebut, Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) menyatakan ketidaksetujuannya. GAPMMI menilai pemberlakuan wacana pengenaan tarif bea masuk tersebut berpotensi menaikkan harga karena membatasi alternatif ketersediaan yang ada.

Baca Juga: Tidak mudah bagi Indonesia alihkan impor susu dari Uni Eropa

“Sebaiknya pemerintah mencari alternatif lain yang lebih baik,” ujar Ketua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman kepada Kontan pada Senin (1908).

Adhi menilai bahwa susu memiliki peran yang sangat penting industri makanan dan minuman (mamin) karena dibutuhkan sebagi bahan baku.

Selain itu, Adhi juga mengatakan bahwa susu memiliki kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan protein, utamanya bagi bayi, anak dan orang tua.

Dalam hal ini, Adhi berpendapat pemberlakuan tarif bea masuk terhadap bahan baku susu dinilai kontradiktif terhadap upaya peningkatan gizi masyarakat yang dilakukan pemerintah karena berpotensi menurunakan daya beli masyarakat.

Sementara itu, Adhi menerangkan bahwa kebutuhan impor bahan baku susu dalam negeri masih terbilang tinggi.

Berdasarkan keterangan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustian (Kemenperin), Abdul Rochim, saat ini kebutuhan bahan baku susu segar dalam negeri mencapai 3,7 juta ton setara susu segar. Sementara itu, pasokan bahan baku susu segar dalam negeri hanya mencapai sekitar 0,85 juta ton atau sekitar 23% dari kebutuhan bahan baku susu yang ada.

Baca Juga: Gapmmi sebut pengalihan impor susu dari Uni Eropa tidak mudah

Oleh karena itu, pemenuhan sebanak 77% sisanya dilakukan dengan mengimpor bahan baku susu dari luar, yaitu dari Uni Eropa, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan lain-lain.

Berdasarkan nilai impornya, Uni Eropa masih mendominasi importasi bahan baku susu yang masuk ke dalam negeri dengan persentase sebesar 34%. Sementara itu, rincian persentase berdasarkan nilai impor untuk beberapa negera lainnya yakni Australia sebesar 12%, Selandia Baru sebesar 30%, Amerika Serikat sebesar 18%, dan lain-lain sebesar 6%.

Adapun bahan baku susu yang diimpor terdiri dari susu bubuk dengan kadar lemak kurang dari 1,5%, susu bubuk dengan kadar lemak lebih dari 1,5%, mentega susu dalam bentuk bubuk, whey dalam bentuk bubuk, serta lemak mentega anhidrat susu.

Rochim menilai rendahnya pasokan bahan baku susu segar dalam negeri disebabkan oleh terbatasnya jumlah sapi perah produktif di dalam negeri. Pada tahun 2018 jumlah sapi perah tercatat mencapai 550.000 ekor.

Baca Juga: Pertumbuhan menufaktur Indonesia melambat di bulan Juni

Namun demikian, dari jumlah tersebut hanya terdapat sekitar 272.000 ekor yang dapat dikategorikan produktif laksasi atau dapat diperah. Selain itu Abdul Rochim juga menyebutkan bahwa produktivitas sapi yang ada di Indonesia masih terbilang rendah, yakni hanya sekitar 12 hingga 15 liter per hari.

Sementara itu, idealnya tingkat produktivitas sapi yang baik seharusnya bisa mencapai 20 hingga 25 liter susu perharinya.

Menanggapi kondisi ini, Rochim menyatakan Kemenperin mengajak industri pengolahan susu (IPS) agar melakukan kemitraan dengan peternak. Menurut Rochim, hal ini dapat menguntungkan kedua belah pihak, sebab peternak yang tergabung di dalam kemitraan bisa mendapatkan pembinaan oleh pihak industri guna meningkatkan kualitas dan produktivitas dari sapi perah yang dimiliki.

Sebaliknya, industri dalam hal ini juga diuntungkan karena dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan bahan bakunya lantaran adanya peningkatan kualitas dan produktivitas dari kelompok peternak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×