Reporter: Muhammad Julian | Editor: Azis Husaini
Adapun bahan baku susu yang diimpor terdiri dari susu bubuk dengan kadar lemak kurang dari 1,5%, susu bubuk dengan kadar lemak lebih dari 1,5%, mentega susu dalam bentuk bubuk, whey dalam bentuk bubuk, serta lemak mentega anhidrat susu.
Rochim menilai rendahnya pasokan bahan baku susu segar dalam negeri disebabkan oleh terbatasnya jumlah sapi perah produktif di dalam negeri. Pada tahun 2018 jumlah sapi perah tercatat mencapai 550.000 ekor.
Baca Juga: Pertumbuhan menufaktur Indonesia melambat di bulan Juni
Namun demikian, dari jumlah tersebut hanya terdapat sekitar 272.000 ekor yang dapat dikategorikan produktif laksasi atau dapat diperah. Selain itu Abdul Rochim juga menyebutkan bahwa produktivitas sapi yang ada di Indonesia masih terbilang rendah, yakni hanya sekitar 12 hingga 15 liter per hari.
Sementara itu, idealnya tingkat produktivitas sapi yang baik seharusnya bisa mencapai 20 hingga 25 liter susu perharinya.
Menanggapi kondisi ini, Rochim menyatakan Kemenperin mengajak industri pengolahan susu (IPS) agar melakukan kemitraan dengan peternak. Menurut Rochim, hal ini dapat menguntungkan kedua belah pihak, sebab peternak yang tergabung di dalam kemitraan bisa mendapatkan pembinaan oleh pihak industri guna meningkatkan kualitas dan produktivitas dari sapi perah yang dimiliki.
Sebaliknya, industri dalam hal ini juga diuntungkan karena dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan bahan bakunya lantaran adanya peningkatan kualitas dan produktivitas dari kelompok peternak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News