Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsultan properti, Jones Lang LaSalle (JLL) memperkirakan volumen transaksi real estate Asia Pasifik masih akan tumbu 5% meskipun adanya terlihat perlambatan ekonomi.
Stuart Crow, Head of Capital Markets, JLL Asia Pasifik mengatakan, dalam situasi ekonomi yang melambat ini, investor menjadi lebih selektif dan ketat saat bergerak keluar dari suatu jenis investasi karena semakin sulit untuk menemukan alternatif investasi lain yang dapat menghasilkan pendapatan.
Selama satu dekade siklus ekonomi, para investor masih terus berkutat dengan resiko-resiko makro dan ketidakpastian geopolitik seperti kenaikan suku bunga, berlanjutnya perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina, serta tekanan di Uni Eropa yang disebabkan oleh negosiasi Brexit.
"Meskipun terlihat adanya kemunduran, menurutnya, industri real estate tetap terlihat menarik sebagai tempat yang aman untuk berinvestasi, dengan manfaat diversifikasi portofolio-nya serta tingkat keuntungan yang relatif lebih tinggi dibanding dengan kelas aset lainnya. " kata Crow dalam keterangan resminya, Rabu (16/1).
Menurut JLL, ada lima tren kunci yang akan membentuk industri properti di Asia Pasifik pada tahun 2019:
1. Pertumbuhan aset-aset yang berkaitan dengan kehidupan.
Penambahan jumlah penduduk perkotaan di wilayah ini menyebabkan meningkatnya permintaan akan perumahan alternatif, termasuk akomodasi bagi pelajar, hunian bersama, hunian multi-keluarga, panti jompo serta rumah perawatan bagi para lansia.
Bagi para investor, sektor yang berkaitan dengan kehidupan ini menawarkan hasil yang menarik serta prospek pertumbuhan jangka panjang dan peluang diversifikasi portofolio. "Sektor-sektor baru ini siap mengalahkan investasi di bidang aset perumahan tradisional terkait dengan sifatnya dalam penggunaan ruang yang efisien, manajemen bangunan yang unggul, serta imbal hasil yang umumnya lebih tinggi. Panti jompo, misalnya, menawarkan keuntungan antara 11%-14% di Tokyo, dan 8%-12% di Singapura.” jelas Crow
2. Mengembangkan ruang kerja yang fleksibel untuk menarik bakat.
Saat ini, semakin banyak perusahaan yang menggunakan ruang kerja bersama sebagai suatu cara untuk mengembangkan inovasi di antara para karyawan dan memenangkan persaingan dalam merekrut karyawan berbakat. Fokus baru dalam meningkatkan pengalaman sumber daya manusia ini telah menyebabkan peningkatan dalam penggunaan ruang kantor yang fleksibel seperti co-working dan serviced offices.
Megan Walters, Head of Asia Pacific Research JLL memperkirakan, ruang kerja yang fleksibel akan mencapai 30% dari portofolio beberapa perusahaan-perusahaan properti komersial di seluruh dunia padatahun 2030. Ini berarti konsolidasi pasar akan semakin sering terjadi seperti misalnya pemilik properti serta pengembang akan mulai menawarkan ruang fleksibel milik mereka sendiri, membentuk usaha bersama dengan perusahaan co-working, atau merger dan akuisisi yang terjadi antar perusahaan co-working.
3. Bertambah banyaknya pusat logistik dan data
Dengan semakin meningkatnya peran Asia Pasifik sebagai pemimpin dalam e-commerce global, tuntutan bagi organisasi-organisasi untuk mendirikan infrastruktur penyimpanan data serta memiliki fasilitas pergudangan untuk barang-barang fisik ritel mereka akan semakin meningkat.
James Taylor, Head of Research, JLL Indonesia mengungkapkan, pasar gudang logistik modern telah berkembang selama beberapa tahun terakhir di Indonesia dan para investor akan terus menampung permintaan pengguna baik dari sektor e-commerce, grup perusahaan barang konsumen, perusahaan-perusahaan logistik pihak ketiga serta pabrikan. "Tingkat okupansi tetap tinggi namun pasar kekurangan pasokan - terutama di wilayah Jabodetabek dan Surabaya." katanya.
Sementara itu, pasar pusat data menurutnya masih belum matang di Indonesia namun ada kemungkinan pasar ini mengalami pertumbuhan yang cepat karena sudah ada beberapa grup perusahaan internasional yang mulai mengukur kemungkinan mereka untuk masuk ke pasar tersebut.
4. Perubahan terhadap eksposur utang
Beberapa bank semakin memperketat persyaratan pinjaman. Menurut Crow, hal itu menimbulkan celah bagi pemberi pinjaman non-bank dan asing untuk memasuki pasar, khususnya di Australia, India dan Cina. Akibatnya, akan semakin banyak investor yang beralih ke pemberi pinjaman luar negeri yang menawarkan bentuk-bentuk utang atau ekuitas yang lebih fleksibel untuk proyek-proyek tertentu.
Demikian pula, investor institusi juga memperluas kegiatan mereka ke utang real estate. "Investasi utang adalah salah satu cara mengurangi resiko portofolio. Investor akan semakin banyak mencari cara untuk menggunakan utang dalam melindungi mereka dari volatilitas pasar serta anjloknya pendapatan dari bidang properti."tambah Crow.
5. Evolusi kota pintar
Dengan terus digaungkannya inisiatif kota pintar di Singapura, Jepang, Korea Selatan dan Australia, Asia Pasifik mulai merasakan semakin meningkatnya kebutuhan untuk membangun infrastruktur digital yang lebih baik untuk memaksimalkan efisiensi, keberlanjutan serta untuk meningkatkan kondisi kehidupan penduduk.
Menurut Walters, Proptech yakni penyatuan antara real estate dan teknologi, akan memainkan peran kunci dalam pengembangan kota di masa depan. Kota pintar sangat tergantung pada data seingga pengembangan dan pengelolaan properti cerdas kemungkinan akan membutuhkan pengumpulan dan analisis data yang sangat luas. Keduanya sangat penting bagi suatu kota dalam menciptakan lingkungan yang lebih layak huni bagi penduduk mereka yang terus bertambah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News