Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi meminta pemerintah segera membenahi sistem distribusi gas. Menurutnya, distribusi gas yang ada saat ini sangat merugikan konsumen. Sebab dalam distribusi gas saat ini, banyak trader yang bermodal kertas menjadi perantara penjual gas.
Dalam dokumen “Pengaturan Harga Gas” yang dikeluarkan BPH Migas pada Oktober 2015, menyebutkan bahwa praktik trader gas bertingkat membuat harga gas di konsumen sangat tinggi.
Dokumen itu mencontohkan sistem penjualan gas di salah satu wilayah, yakni di Bekasi, Jawa Barat.
Sumber gas di Bekasi yang berasal dari PT Pertamina EP, anak usaha Pertamina, pertama kali dijual kepada PT Pertamina Gas (Pertagas). Pertagas lalu menjual gas tersebut kepada PT Odira sebagai pemasok/trader pertama yang lalu menjual kembali gas tersebut ke trader berikutnya, yaitu PT Mutiara Energi dengan harga US$ 9 per MMBtu.
Lalu, Mutiara Energi mengalirkan gas menuju trader berikutnya, yaitu PT Berkah Usaha Energi, dengan menggunakan pipa 'open access' milik Pertagas (pipa 'open access' Pertagas berdiameter 24 inci sepanjang 78 km) dengan membayar toll fee sebesar US$ 0,22 per MMBtu.
Selanjutnya, Mutiara Energi menjual ke trader berikutnya, yaitu PT Berkah Utama Energi seharga US$ 11,75 per MMBtu. Di situ saja sudah terjadi selisih harga sebesar US$ 2,75 per MMBtu.
Kemudian, Berkah Utama Energi membangun pipa berdiameter 12 inci sepanjang 950 meter, dan menjual ke trader berikutnya, yaitu PT Gazcomm Energi dengan harga US$ 12,25 per MMBtu. Ada selisih harga US$ 0,50 per MMBtu.
Terakhir, Gazcomm membangun pipa berdiameter 6 inci sepanjang 182 meter dan menjual gas ke konsumen PT Torabika dengan harga US$ 14,5 per MMBtu. Terdapat selisih harga US$ 2,25 per MMBtu.
Itu artinya, dengan jarak konsumen dengan pipa Pertagas hanya 1 km, diciptakan dua badan usaha, yaitu Berkah dengan membangun 950 meter pipa, dan Gazcomm dengan membangun 180 meter pipa.
Dengan model trader gas bertingkat mulai dari Pertagas, Odira, Mutiara Energi, Berkah Utama Energi dan Gazcomm, konsumen mendapatkan harga sangat mahal yaitu US$14,5 per MMBtu. Ada selisih harga sekitar US$ 9 yang dinikmati oleh para trader gas di model penjualan gas bertingkat tersebut, karena harga gas dari Pertamina EP di kisaran US$ 5 - 6 per MMBtu.
Ia menilai, bukti dokumen yang dipublikasikan BPH Migas membuktikan bahwa trader gas bermodal kertas hanya jadi makelar saja.
Dia menegaskan, dokumen itu juga pada akhirnya memberi bukti munculnya trader non-infrastruktur yang bisa menggunakan open access justru memperpanjang jalur distribusi bertingkat yang memahalkan harga gas. "Trader seperti itu kan bikin harga gas makin mahal saja," ujar Fahmi dalam keterangannya, Selasa (20/10) kemarin.
Kata Fahmi, harga gas tinggi ini juga diakibatkan liberalisasi migas sebagaimana diatur dalam UU 22/2001. Dampaknya, harga ditentukan oleh mekanisme pasar dan memunculkan trader non-infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News