kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini respon industri otomotif soal aturan CKD


Senin, 13 April 2015 / 19:24 WIB
Ini respon industri otomotif soal aturan CKD


Reporter: Francisca Bertha Vistika | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Menteri Perindustrian Saleh Husin telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 34 Tahun 2015, revisi atas peraturan Nomor 59 Tahun 2010 tentang Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat atau Lebih dan Industri Sepeda Motor. Poin utama dari aturan baru tersebut adalah untuk mengurangi penggunaan komponen impor oleh pelaku industri otomotif dalam negeri

Beleid ini memberikan batasan pada impor mobil Completely Knock Down (CKD) sebesar 10.000 unit tiap bulannya. Bukan hanya itu saja, dalam proses manufaktur, industri otomotif khususnya roda empat sekurang-kurangnya harus memiliki empat komponen utama. Komponen itu antara lain bodi, kabin dan atau sasis, kemudian motor penggerak, transmisi dan juga axle.

Lalu bagaimana tanggapan para pelaku industri otomotif khusus para agen pemegang merek (APM)?. PT BMW Indonesia yang sudah merakit mobilnya di Indonesia justru mengaku belum sama sekali menggunakan kandungan lokal di dalam memproduksi mobilnya.

"Kalau dari sisi part-nya kami tidak ada yang menggunakan kandungan lokal sama sekali. Tapi dari sisi tenaga yang merakit, kami menggunakan tenaga lokal. Jadi kami investasi untuk pelatihan tenaga kerja Indonesia agar bisa merakit sesuai tenaga kerja di tempat asal BMW dibuat," kata Jodie O'tania, Head of Corporate Communciation BMW Group Indonesia, pada KONTAN, Senin (13/4).

Jodi bilang, BMW jangan disamakan dengan kendaraan biasa atau yang non premium. Pasalnya, komponen yang diimpor diklaim sudah sangat terdepan untuk mobil premium sekelas BMW.

"Sekarang ini kapasitas perakitan kami sekitar 2.400 unit setahun. Dan produk yang dirakit di Indonesia justru lebih laris dibanding yang diimpor. Apalagi harganya lebih miring daripada yang CBU, karena memang pajaknya berbeda," ujar Jodie.

Produk BMW yang sudah dirakit di Indonesia antara lain BMW X1, X3, dan X5, Beberapa model BMW Seri 3, BMW Seri 5.

Dengan aturan yang ditetapkan pemerintah itu, Jodie bilang sebagai pemain otomotif di Indonesia pihaknya akan menjalankan aturan tersebut. "Ke depannya kami akan melakukan banyak hal untuk bisa mengikuti aturan pemerintah itu. Kami harus siap dan pasti akan menjalankan jika memang itu aturannya," jelas Jodie.

Sebelumnya, Budi Nur Mukmin, General Marketing Strategy and Communication Division PT Nissan Motor Indonesia menyampaikan pada KONTAN, bahwa kebijakan ini harus ada sinerginya antara pemerintah dan pelaku bisnis.

"Brand Nissan sendiri terjual di Indonesia 40 ribu unit setahun. Yang CBU hanya sekitar 9 juta unit setahun. Sisanya CKD yang kami rakit disini," tambah Budi.

Berbeda dengan BMW, Nissan kini sudah menggunakan komponen lokal untuk beberapa produknya sebesar 40%. Budi bilang untuk yang Xtrail dan Juke lokalisasinya sudah sebesar 40%. "Sisanya 60% memang masih impor. Misalnya saja mesin, transmisi, body parts dan masih banyak lagi," kata Budi.

Untuk model Grand Livina, Budi bilang 80% sudah lokalisasi dan sisanya 20% masih impor. Namun, Budi menegaskan bahwa komponen yang dibuat di ASEAN itu dianggap sebagai komponen lokal, sedangkan yang diimpor adalah produk-produk dari luar ASEAN seperti China, India, Eropa, dan lain sebagainya.

"Saya terus terang tidak mengerti definisi CKD yang hendak dibatasi itu. Kami kan sudah banyak melakukan lokalisasi, apakah itu juga terkena atau tidak. Kalau sampai terkena tentu ini sangat berat. Tidak cuma Nissan tetapi semua akan berat," tutup Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




[X]
×