Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri kimia memiliki peran strategis sebagai penopang industri pengolahan non-migas atau sektor manufaktur. Namun, masih ada sederet pekerjaan rumah untuk mengurangi ketergantungan impor dan menjaga stabilitas pasokan bahan baku bagi industri di dalam negeri.
Direktur Industri Kimia Hulu Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Wiwik Pudjiastuti menyoroti peran vital sub sektor petrokimia sebagai pemasok utama bahan baku untuk banyak industri. Mulai dari plastik, serat sintetis, karet sintetis, bahan kimia fungsional, hingga berbagai bahan kebutuhan industri tekstil dan farmasi.
“Kebutuhan industri petrokimia nasional terus meningkat pesat, namun kapasitas produksi dalam negeri belum mampu mengimbanginya. Ini menyebabkan ketergantungan yang besar terhadap impor. Oleh karena itu, penguatan struktur industri hulu menjadi urgensi nasional,” ujar Wiwik dalam diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) pada akhir pekan lalu.
Wiwik menyampaikan, Indonesia masih menghadapi persoalan ketimpangan antara pasokan dan kebutuhan petrokimia domestik. Dalam berbagai komoditas kunci, utilisasi pabrik yang ada belum mampu menutup lonjakan permintaan. Contohnya pada produk olefin seperti etilen dan propilen, tingkat utilisasi memang cukup tinggi, yakni mencapai 75% tapi pasokan masih belum mencukupi.
Baca Juga: Menakar Kinerja Industri Kimia di Tengah Lonjakan Impor dan Hadirnya Pabrik Baru
Kekurangan etilen bahkan dapat mencapai 800.000 ton, sehingga impor tetap harus dilakukan. Begitu pula produk aromatik seperti p-xylene, yang tingkat utilisasinya hanya 44%. Kesenjangan pasokan p-xylene mencapai 500.000 ton, padahal bahan baku tersebut sangat penting untuk produksi Purified Terephthalic Acid (PTA) yang digunakan pada poliester dan Polyethylene Terephthalate (PET).
Sedangkan untuk bahan kimia fungsional berbasis minyak, kekurangan terbesar terjadi pada Mono Ethylene Glycol (MEG) dengan gap mencapai 400.000 ton. MEG bersama p-xylene merupakan dua komponen vital bagi keberlanjutan industri tekstil hilir berbasis polyester.
Bahan baku plastik menghadapi salah satu kesenjangan pasokan terbesar. Dari kebutuhan nasional sebesar 4.879 KTA, pasokan domestik baru mampu menyediakan 2.957 KTA, sehingga terdapat gap mencapai 1.922 KTA. Tingginya permintaan terhadap polimer seperti Polyethylene (PE) dan Polypropylene (PP) mendorong kebutuhan impor yang nilainya mencapai US$ 2,9 miliar pada 2024.
“Selama gap supply-demand masih selebar ini, kita tidak punya pilihan selain mengimpor. Namun ke depan, kondisi ini harus ditekan melalui pembangunan kapasitas baru dan integrasi industri dari hulu ke hilir,” ujar Wiwik.
Wiwik pun menyoroti sejumlah tantangan yang membatasi berkembangnya industri petrokimia nasional. Contohnya sebagian besar bahan baku seperti nafta dan Liquified Petroleum Gas (LPG) masih harus diimpor. Sementara integrasi antara kilang minyak dan pabrik petrokimia belum optimal sehingga proses produksi kurang efisien.
Di sisi lain, industri yang membutuhkan gas bumi juga terdampak pembatasan dalam kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dan alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT). Keterbatasan infrastruktur serta belum terbentuknya chemical cluster terintegrasi juga memperlemah daya saing.
Selain itu, pembukaan pasar melalui perjanjian perdagangan bebas membuat Indonesia harus bersaing langsung dengan produk petrokimia berbiaya rendah dari negara yang memiliki akses bahan baku murah dan kapasitas produksi besar. “Di tengah persaingan global yang sangat ketat, industri petrokimia kita hanya bisa bertahan bila memiliki pasokan bahan baku yang kuat, terintegrasi, dan biaya produksi yang efisien,” ungkap Wiwik.
Baca Juga: RI Punya Pabrik Petrokimia Baru, Konsumsi LPG Bakal Meningkat Hingga 10 Juta Ton
Kemenperin pun telah menyiapkan serangkaian kebijakan yang bersifat struktural dan jangka panjang untuk menjawab berbagai tantangan tersebut. Mencakup penyediaan kemudahan akses bahan baku, penyempurnaan pengaturan ekspor-impor, hingga usulan pembebasan bea masuk bahan baku petrokimia.
Perlindungan industri juga dilakukan melalui pengenaan tindakan antidumping serta Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) pada produk impor tertentu. Kemenperin juga mendorong peningkatan daya saing melalui penerapan HGBT, akselerasi transformasi Industri 4.0, dan penguatan standar industri hijau.
Pengintegrasian industri hulu ke hilir menjadi prioritas utama, termasuk penyusunan roadmap kimia dasar berbasis migas dan batubara, serta perluasan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Selain itu, pemerintah mendorong pengembangan kawasan industri tematik dan chemical cluster terintegrasi, termasuk kawasan ekonomi khusus yang menawarkan fasilitas fiskal dan kemudahan perizinan.
Wiwik menambahkan, proyek-proyek besar seperti Chandra Asri Pacific 2, Lotte Chemical Indonesia, dan TPPI Olefin Complex Tuban menjadi bagian penting dari upaya membangun substitusi impor. “Jika proyek-proyek besar ini berjalan optimal, Indonesia dapat menghemat impor hingga US$ 9,5 miliar dan menciptakan lompatan besar bagi daya saing industri nasional,” ungkapnya.
Wiwik menegaskan penguatan industri petrokimia bukan hanya soal pengurangan impor, tetapi juga strategi jangka panjang untuk menopang seluruh ekosistem manufaktur Indonesia. “Industri petrokimia adalah jantung dari banyak sektor industri. Ketika hulu kuat, industri hilir akan tumbuh dengan lebih kokoh dan kompetitif. Inilah fondasi hilirisasi sesungguhnya,” tandas Wiwik.
Roadmap Pengembangan Industri 2025 - 2045
Pelaku industri punya catatan serupa. Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia atau Indonesia Olefin, Aromatic and Plastic Industry Association (Inaplas) telah menyusun Roadmap Pengembangan Industri Petrokimia 2025–2045 untuk memperkuat struktur manufaktur industri kimia nasional.
Sekretaris Jenderal Inaplas, Fajar Budiono, mengungkapkan kenaikan defisit bahan baku petrokimia bukan hanya menjadi beban bagi industri hulu, tetapi juga menghambat pertumbuhan industri hilir yang membutuhkan pasokan stabil dengan harga kompetitif. "Oleh karena itu, roadmap 2025–2045 menjadi sangat penting sebagai panduan akselerasi pembangunan industri petrokimia nasional,” ujar Fajar.
Fajar menekankan roadmap tersebut tidak semata fokus pada peningkatan kapasitas produksi, tetapi juga pada penguatan integrasi antara refinery dan cracker. Dengan begitu Indonesia diharapkan mampu menghadirkan produk petrokimia yang lebih kompetitif, menghemat devisa, dan memperkuat struktur industri secara menyeluruh.
Roadmap pengembangan yang disusun Inaplas memetakan empat fase strategis pembangunan industri petrokimia nasional. Pada fase pertama tahun 2025, fokus diarahkan pada pemulihan kapasitas produksi dan penyelesaian proyek kilang seperti Refinery Development Master Plan (RDMP) serta pembangunan cracker kedua, mengingat tekanan global yang masih cukup berat.
Memasuki tahun 2030, Indonesia ditargetkan mencapai kecukupan pasokan melalui pembangunan cracker ketiga, fasilitas Grass Root Refinery (GRR) baru, pembangunan Condensate Splitter Unit, serta penerapan energi hijau untuk menurunkan ketergantungan impor.
Selanjutnya pada tahun 2035, Indonesia bersiap memasuki fase pengembangan produk bernilai tambah tinggi, termasuk engineering plastic yang menjadi bahan utama komposit untuk industri pesawat masa depan. Tren global memperkirakan bahwa pesawat komersial generasi baru pada 2040 akan menggunakan komposit plastik hingga 60% dari total berat struktur pesawat.
Pada 2045, tahap akhir roadmap menargetkan terwujudnya integrasi penuh antara kilang dan petrokimia. Dengan begitu Indonesia diharapkan tidak hanya mampu memenuhi seluruh kebutuhan domestik, tetapi juga mengekspor produk akhir bernilai tinggi.
“Integrasi refinery dan petrokimia akan memberikan keuntungan besar bagi negara. Biaya logistik turun, produk lebih kompetitif, dan kita bisa mengurangi devisa impor yang selama ini membebani neraca perdagangan. Itu sebabnya pembangunan GRR dan cracker baru menjadi prioritas dalam roadmap,” pungkas Fajar.
Selanjutnya: Harga Emas Turun pada Selasa (18/11) Pagi, Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Memudar
Menarik Dibaca: Hanya 2 Hari! Promo Anniversary ke-19 Pepper Lunch: Pepper Steak Buy 1 Free 1
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













