Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menghadiri BRICS PartNIR Opening Ceremony di Xiamen, Tiongkok, pada 16 September 2025. Agenda ini merupakan bagian dari rangkaian BRICS Forum on Partnership on New Industrial Revolution (PartNIR) 2025.
Agenda tersebut mengusung tema “Unlocking the Potential of BRICS Cooperation for Inclusive and Sustainable Industrialization”. Forum ini diharapkan bisa membuka peluang investasi, kolaborasi teknologi, serta memperluas akses pasar global bagi produk manufaktur Indonesia.
Faisol mengatakan bahwa tema dalam forum ini relevan dengan visi pembangunan industri Indonesia. “Di tengah transformasi global yang dipengaruhi digitalisasi, transisi hijau, serta pergeseran rantai nilai internasional, kerja sama BRICS PartNIR hadir pada waktu yang tepat sekaligus penting,” kata Faisol dalam keterangan tertulis yang disiarkan Kamis (18/9/2025).
Wamenperin menyinggung komitmen negara-negara BRICS yang dituangkan dalam Deklarasi Rio de Janeiro pada awal tahun ini. Menurut Faisol, seruan untuk memperkuat kerja sama Global South demi tata kelola dunia yang inklusif dan berkelanjutan relevan dengan arah kebijakan Indonesia.
Baca Juga: Perkuat Kerja Sama Sektor Industri RI - Rusia, Wamenperin Hadiri Forum BRICS
Menurut Faisol, keterlibatan dalam forum BRICS PartNIR memiliki arti strategis bagi Indonesia. Faisol menyoroti Indonesia yang telah memiliki peta jalan Making Indonesia 4.0 untuk memperkuat daya saing industri manufaktur, mempercepat adopsi digital, dan membangun perekonomian yang berbasis inovasi.
Faisol mengatakan, sektor industri manufaktur masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Pada triwulan II-2025, industri manufaktur non-migas tumbuh 5,60% secara tahunan, melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12%. Sektor manufaktur menjadi pilar penting dengan kontribusi hingga 16,92% terhadap PDB nasional.
Wamenperin pun memaparkan arah kebijakan industri nasional melalui Strategi Baru Industri Nasional (SBIN) yang berlandaskan empat pilar utama. Pertama, percepatan hilirisasi sumber daya alam, khususnya nikel, tembaga, dan bauksit, agar dapat menghasilkan produk bernilai tambah tinggi yang memperkuat daya saing ekspor sekaligus menarik investasi.
Kedua, pengembangan industri hijau, yang sejalan dengan target nasional net zero emission 2060. Upaya ini diwujudkan melalui transisi energi bersih, praktik ekonomi sirkular, dan pembangunan kawasan industri rendah karbon.
Ketiga, digitalisasi industri melalui Making Indonesia 4.0, dengan adopsi teknologi Industri 4.0 untuk memperkuat inovasi, produktivitas, dan daya saing manufaktur. Keempat, penguatan sumber daya manusia industri berbasis kompetensi.
Baca Juga: BRICS Kuasai 55% Populasi Dunia, Prabowo: Pilar Kekuatan Global
Pemerintah akan terus berinvestasi pada pendidikan vokasi dan platform pembelajaran digital untuk menghasilkan SDM industri yang kompeten, adaptif, dan siap menghadapi perubahan.
“Dengan empat pilar strategi ini, Indonesia berkomitmen membangun manufaktur cerdas, memperluas adopsi teknologi digital seperti kecerdasan buatan, Internet of Things, dan cloud computing," ungkap Faisol.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Tri Supondy menambahkan, Indonesia terus mendorong pengembangan ekosistem industri digital, riset, serta pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Upaya ini ditujukan untuk membangun industri yang mampu menciptakan lapangan kerja bernilai tinggi, menurunkan emisi karbon, dan memperkuat ketahanan energi nasional.
“Kolaborasi dengan negara-negara BRICS akan mempercepat riset, inovasi, dan berbagi pengetahuan dalam mendukung transformasi industri global menuju ekonomi hijau dan inklusif,” ungkap Tri.
Baca Juga: Indonesia Punya Lima Terobosan yang Diusulkan di Forum Pemimpin Agama BRICS
Forum BRICS kali ini juga membahas pentingnya sektor farmasi dan alat kesehatan. Sektor ini vital bagi kesejahteraan publik sekaligus mendorong inovasi industri. Tri mengklaim, selama satu dekade terakhir industri farmasi Indonesia tumbuh pesat dibandingkan banyak negara ASEAN, terutama pada formulasi berbasis kimia.
"Namun, kami masih menghadapi tantangan besar, mulai dari ketergantungan impor bahan baku obat aktif hingga keterbatasan produksi obat biologis. Oleh karena itu, kolaborasi dengan mitra BRICS sangat penting untuk memperkuat kapasitas domestik di sektor ini,” jelas Tri.
Tri menegaskan, kesiapan Indonesia untuk menjadi bagian aktif dalam kemitraan BRICS. “Bersama mitra BRICS, kita memiliki pengetahuan, sumber daya, dan kapasitas untuk membentuk masa depan industri yang lebih hijau, inklusif, dan berbasis inovasi," tandas Tri.
Selanjutnya: Industri Kapal Wisata Tumbuh, BKI Siapkan Strategi Perkuat Destinasi Maritim
Menarik Dibaca: Cara Buat Foto di Lift Pakai Prompt Gemini AI! Ada Kumpulan Prompt Lainnya juga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News