Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Diundurnya peredaran minyak goreng curah hingga tahun 2021 ke depan menjadi upaya penyelarasan aturan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Selain itu lemahnya daya beli masyarakat di tengah pandemi ini menyebabkan minyak goreng curah akan lebih banyak dikonsumsi karena harganya murah.
Menurut Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) perpanjangan ini menyebabkan produsen melakukan beberapa penyesuaian. "Yang baru saja memasang mesin produksi pengemasan maka akan menghitung kembali, dan lebih memilih menjual curah," terangnya kepada Kontan.co.id, Selasa (14/4).
Baca Juga: Permendag 36 tahun 2020 masih izinkan minyak goreng curah beredar hingga 2021
Industri memaklumi perpanjangan izin ini karena impact pandemi bakal dirasakan kelas ekonomi bawah yang akan mencari alternatif konsumsi yang murah. Saat ini porsi penjualan minyak goreng curah diproyeksikan sekitar 61% dari total konsumsi minyak goreng nasional.
Sedangkan minyak goreng kemasan hanya berkisar 39% saja. "Curah banyak diserap ritel tradisional, yang mana penjualan minyak goreng 62%-63% nya diisi oleh toko kelontong, pasar dan warung-warung di segmen tersebut," urai Sahat.
Dari segi margin keuntungan, penjualan minyak goreng curah jauh lebih rendah ketimbang jenis kemasan. Namun disituasi pandemi ini, penjualan produk kemasan dirasakan lebih lama ketimbang dengan penjualan minyak goreng curah, untuk itu produsen cenderung mengutamakan produk yang diserap cepat oleh pasar agar dapat mengantisipasi cashflow yang kembang kempis.
Meski penjualan curah laku, dari segi volume penjualan terjadi penurunan yang cukup signifikan. Sahat mengatakan, jika di awal tahun ini yakni bulan Januari-Maret rata-rata penjualan minyak goreng curah per bulannya mencapai 295 ribu ton, maka bulan April turun menjadi 270 ribu ton saja.
Baca Juga: Bahan pokok aman, Mendag ingatkan tak lakukan panic buying
Oleh karena itu GIMNI bakal mengkaji ulang target penjualan produk minyak nabatinya di tahun 2020 ini. Di tahun lalu asosiasi mencatat volume penjualan produk minyak nabati yang meliputi minyak goreng, margarin dan lainnya mencapai 7,42 juta ton.
Proyeksi pertumbuhan awalnya untuk tahun ini sekitar 3%. Namun kata Sahat, karena situasi wabah memukul ekonomi, proyeksi pertumbuhan akan konservatif, paling tidak sama dengan perolehan tahun kemarin.
GIMNI berharap ada relaksasi aturan pinjaman dari perbankan, dimana memasuki lebaran perusahaan harus membagikan Tunjangan Hari Raya (THR) yang membebani kas di tengah pasar yang kurang baik. Asosiasi mengusulkan agar industri dapat meminjam lebih besar dari pagu kredit, sehingga tidak pusing menunggu pembayaran dari pelanggan terlebih dahulu.
Baca Juga: Bantuan sembako untuk warga miskin Depok mulai mengalir
MP Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia mengatakan sangat memahami kebijakan pemerintah saat ini yang mengundurkan pemberlakuan larangan minyak curah. "Karena daya beli masyarakat sedang turun," sebutnya kepada Kontan.co.id, Selasa (14/4).
Menurutnya pengunduran pemberlakuan larangan ini tak terlalu berdampak bagi bisnis produsen. Sebab pasar minyak curah relatif stabil dan tidak terlalu banyak perubahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News