Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, megaproyek listrik 35.000 megawatt (MW) sudah menyerap investasi senilai US$ 6 miliar. Nilai itu didapat dari financial closing untuk 4.000 MW di antaranya.
Staf Ahli Menteri Bidang Konunikasi dan Sosial Masyarakat Kementerian ESDM, Ronggo Kuncahyo mengatakan, saat ini tercatat ada 39 Independent Power Producer (IPP) yang berminat investasi untuk membangun pembangkit dalam megaproyek ini.
Menurut data Kementerian ESDM, dari 39 IPP tersebut terhitung proyek ini sudah menyerap 8.000 MW. Namun, Ronggo bilang, baru ada 4.000 MW yang komitmen untuk berjalan tahun ini.
"Tercatat komitmen untuk jalan 4.000, diharapkan tahun 2016 sudah mulai konstruksi," kata Ronggo tanpa menjelaskan ditel nama IPP yang sudah berkomitmen itu, Rabu (25/3). Mereka juga sudah menunjuk perusahaan jasa konstruksi atau Engineering Procurement Construction (EPC).
Untuk investasi yang masuk, Jelas Ronggo, bisa dihitung dari pembangunan berkapasitas 1 MW senilai US 1,5 juta. "Dikalikan saja 4.000 MW, jadinya US$ 6 miliar," jelasnya.
Ia juga membeberkan, dari 39 IPP yang komitmen telah mengajukan kesediaannya lebih banyak dari pihak asing seperti Mitshubisi, Sumitomo. Bahkan perusahaan lokal seperti Bosowa Group. "Lebih banyak asing yang masuk, dari China, Jepang, Eropa, India dan Portugal," bebernya.
Ia mengklaim, dengan kondisi saat ini, proses proyek 35.000 MW bisa diselesaikan tahun 2019. Karena, Kementerian ESDM dan Kementerian terkait sudah melakukan reformasi dalam perizinan. Seperti contoh, memangkas perizinan dari 930 hari menjadi 393 hari. "Minatnya juga cukup, asal kita memberikan kemudahan dari sisi lahan dan perizinan," tandasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Jarman mengatakan, megaproyek listrik 35.000 MW bisa dilakukan cepat karena untuk masalah lahan sudah menggunakan UU No 2 Tahun 2012 terkait pembabasan lahan yang diserahkan oleh pemerintah. "Kondisi ini karena pakai UU Nomer 2/2012 ini. Jadi, ada unsur pemaksa. Baru bisa diterapkan tahun ini dan sudah ada Kepresnya untuk mendukung ini," jelasnya.
Ia bilang, IPP bisa mempercepat pembebasan lahan memakai UU tersebut sebagai pembangunan infrastruktur tanpa unsur pemaksaan. Artinya, jika pemerintah setuju. Maka, daerah-daerah akan ikut setuju.
"Tapi kalau mayoritas ttidak setuju, harus cari tempat lain, pemerintah yang bisa mendudukung kalau nanti waktu disosialisasikan, pemilik tanah kalau setuju maka harus ikut," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News