Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Iklim investasi hulu migas masih belum pulih. Biarpun harga minyak mulai membaik sepanjang semester II-2017 hingga kini, realisasi investasi hulu migas masih memble. Bahkan dibandingkan dengan tahun 2016 menurun jauh.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, investasi hulu migas sepanjang 2017 hanya sebesar US$ 9,33 miliar atau jauh dibandingkan target sebesar US$ 12,29 miliar. Realisasi investasi migas sepanjang tahun 2017 juga turun ketimbang realisasi investasi migas tahun 2016 yang sebesar US$ 11,4 miliar.
SKK Mgas juga mencatat, realisasi investasi kegiatan di blok eksploitasi pada tahun 2017 hanya sebesar US$ 9,15 miliar, padahal SKK Migas menargetkan investasi di blok eksploitasi bisa sebesar US$ 11,42 miliar
Paling menyedihkan lagi adalah investasi kegiatan blok eksplorasi yang hanya US$ 180 juta. Padahal target kegiatan di blok eksplorasi tahun lalu sebesar US$ 870 juta.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menerangkan, kegiatan ekplorasi yang dimulai dari studi seismik dan kegiatan pengeboran ini memerlukan banyak izin. Sejauh ini SKK Migas sudah mencoba membantu KKKS membereskan perizinan.
Di sisi lain, investasi untuk eksplorasi juga memerlukan proses procurement yang membutuhkan waktu. Amien berharap, proses perizinan dan procurement kegiatan seismik dan pengeboran migas bisa lebih cepat untuk meningkatkan investasi. "Dari sisi investasi, eksplorasi masih kecil. Ini ke depan perlu ditingkatkan. Tapi perlu dukungan berbagai pihak," kata Amien dalam jumpa pers pada Jumat (5/1).
Selain soal perizinan tersebut, Wakil Kepala SKK Migas Sukandara menambahkan, penyebab melorot investasi migas karena penurunan belanja modal alias capital expenditure (capex) tahun lalu. Penurunan capex tersebut seiring masih rendahnya harga minyak dunia yang membuat biaya produksi dan eksplorasi juga mengalami penurunan.
Ketika harga minyak turun sewa rig turun, jadi belanja lebih murah. "Ini juga berpengaruh, beberapa sewa rig turun sampai separuh pada saat harga minyak rendah dibandingkan pada saat harga minyak mencapai US$ 100 per barel," jelas Sukandar.
Anehnya Amien juga menyebut cost recovery pada tahun 2017 mencapai US$ 11,3 miliar (unaudit) atau lebih tinggi dibandingkan APBNP 2017. "Cost recovery melebihi batas yang ditetapkan. Realisasinya mencapai 106% dari target APBN-P 2017 yang sebesar US$ 10,7 miliar," jelas Amien.
Dia menyebutkan komponen terbesar adalah biaya produksi sebesar 47% dari total cost recovery atau sebesar US$ 5,3 miliar, biaya depresiasi US$ 3,2 miliar dan biaya administrasi mencapai US$ 1,06 miliar atau 9%. Lalu unrecoverd cost yang mencapai 6% dari total cost recovery atau sebesar US$ 792 juta. "Jadi harga minyak yang naik menjadikan penerimaan migas gross naik," kata Amien.
Selain komponen di atas, kenaikan cost recovery juga dipicu adanya exploration and development US$ 747 juta atau setara 7%. Kemudian sisanya sebesar 2% berasal dari investment credit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News