Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi pertambangan menilai, tahun 2020 menjadi tahun yang berat bagi bisnis di sektor mineral dan batubara (minerba). Pandemi covid-19 membuat pasar dan harga sebagian besar komoditas tambang anjlok.
Covid-19 membuat sejumlah proyek dan aktivitas pertambangan terhambat, dan berakibat pada investasi minerba yang ikut melambat. Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesia Mining Association (IMA) memprediksi realisasi investasi minerba tahun ini bakal meleset dari target.
Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno menaksir, investasi minerba di tahun ini bakal turun sekitar 15% atau hanya menyentuh kisaran US$ 5,5 miliar. Angka itu jauh dibawah target investasi minerba tahun 2020 yang mencapai US$ 7,749 miliar, maupun realisasi tahun 2019 lalu yang sebesar US$ US$ 6,50 miliar.
"Pendapatan (sektor minerba) mengalami penurunan 15%-20%. Di samping itu semakin sukar mendapatkan pendanaan. Diperkirakan investasi tahun 2020 akan mencapai kisaran US$ 5,5 miliar," kata Djoko saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (23/8).
Baca Juga: Terendah sejak 2016, harga batubara terbebani permintaan yang melemah
Senada, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia juga berpandangan bahwa sangat sulit mengejar target investasi disisa tahun ini. Apalagi untuk komoditas batubara, tekanan pasar dan harga sangat terasa sehingga berdampak terhadap kinerja dan rencana perusahaan.
Menurut kajian dari sejumlah analis, kata Hendra, kinerja emiten perusahaan batubara bisa anjlok antara 20% hingga 50% sebagai akibat dari penurunan harga yang begitu parah. Akibatnya, perusahaan berada pada kondisi "survival mode" untuk bisa bertahan, ketimbang harus agresif menggenjot investasi.
Kata dia, indikasi efisiensi yang dilakukan perusahaan antara lain dengan memangkas anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) yang sebelumnya ditetapkan di awal tahun sebelum pandemi covid-19. "Perusahaan yang dalam survival mode pasti akan melakukan efisiensi secara ketat, sehingga berpengaruh terhadap rencana investasi," ujar Hendra.
Tak hanya dari sisi produsen, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pertambangan juga bakal terdampak. Sebab, efisiensi juga dilakukan dalam bentuk pengurangan rasio pengupasan (stripping ratio). Bahkan dalam skala tertentu, hal ini juga bakal berdampak terhadap berkurangnya cadangan batubara yang dimiliki produsen.
Baca Juga: Harga batubara makin tertekan di tengah melemahnya permintaan akibat pandemi Covid-19
Dihubungi terpisah, Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan, lesunya investasi di tahun ini memang terjadi lantaran pandemi covid-19. Yang menjadi pekerjaan rumah ialah bagaimana mengembalikan gairah investasi tambang setelah pandemi berakhir.
"Kemudahan berbagai kebijakan baik fiskal dan non-fiskal menjadi tugas Kementerian ESDM agar investasi di sektor pertambangan dapat terus ditingkatkan," kata Singgih ke Kontan.co.id, Minggu (23/8).
Namun, Singgih memberikan sejumlah catatan. Dari sisi pembangunan smelter, covid-19 jelas menghambat dan mengubah jadwal pengerjaan. Namun ke depan, dia mengingatkan bahwa investasi pada pembangunan smelter akan semakin menurun seiring dengan mulai beroperasinya smelter-smelter baru. Sehingga pengerjaan proyek akan terus berkurang.
Oleh sebab itu, Singgih berpandangan bahwa investasi mineral tak hanya bertumpu pada proyek smelter, melainkan harus diperkuat juga dari segi eksplorasi baru.
Sementara dari komoditas batubara, tekanan pasar dan harga membuat investasi pada emas hitam ini akan sulit untuk digenjot dalam waktu dekat. "Namun untuk pertambangan mineral seharusnya dapat dicari ruang atas jenis mineral tertentu yang masih daapt ditingkatkan nilai investasinya," sebut Singgih.
Adapun untuk investasi di komoditas batubara, khususnya yang terkait dengan hilirisasi, itu akan tergantung pada kejelasan nasib pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Termasuk dengan bagaimana nantinya aturan turunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba) itu terbit dan diimplementasikan.
"Investasi hilirisasi batubara dominan akan dilakukan oleh perusahaan skala PKP2B. Tentu tergantung perpanjangan yang akan diperoleh, jaminan produksi selama menjadi IUPK. Tentu juga masih menungggu kepastian PP (Peraturan Pemerintah) dari turunan UU No.3/2020," imbuh Singgih.
Baca Juga: Investasi sektor minerba masih di bawah 30%, diprediksi bakal meleset dari target
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News