Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
Dengan adanya kemitraan, data yang dilansir BPS menyebutkan produktivitas padi semakin meningkat yakni tahun 2019 sebesar 5,11 ton per ha, tahun 2020 sebesar 5,13 ton per ha dan 2021 sebesar 5,22 ton per ha, dan di tingkat Asia posisi produktivitas Indonesia sudah berada peringkat kedua setelah Vietnam.
Data FAO pun menyebutkan di tahun 2018 Indonesia menduduki peringkat kedua dari 9 negara negara FAO di Benua Asia. Adapun urutannya Vietnam 5,89 ton per ha, Indonesia 5,19 ton per ha, Bangladesh 4,74 ton per ha, Philipina 3,97 ton per ha, India 3,88 ton per ha, Pakistan 3,84 ton per ha, Myanmar 3,79 ton per ha, Kamboja 3,57 ton per ha dan Thailand 3,19 ton per ha.
“Penggunaan benih unggul dan pupuk telah berkontribusi dalam peningkatan produktivitas tanaman,” ujarnya.
Baca Juga: Waspada, Harga Pangan Siap Mendaki
Bahkan petani kini sudah familiar dalam penggunaan benih padi unggul saat pergiliran tanaman. Sementara ketika pupuk kimia sulit, petani juga mulai dapat membuat sendiri pupuk organik dan hayati, sehingga menghemat biaya produksi usaha tani.
Haryadi menilai, polemik investasi budidaya pangan harus disikapi bijak agar tidak menjadi bumerang yang memukul nasib petani. Sebaliknya, keberpihakan pada industrialisasi pangan yang menghasilkan nilai tambah harus terus didorong.
“Syaratnya, investasi swasta dilarang memasuki dan menguasai lahan-lahan petani yang sudah eksis,” lanjutnya.
Pertumbuhan penduduk kelas menengah di Indonesia merupakan pangsa pasar yang besar bagi produk olahan beras. Kita masih jauh tertinggal dengan China, Thailand, dan Myanmar yang telah mengembangkan diversifikasi produk beras untuk menghasilkan beragam produk sampingan beras.
“Peningkatan nilai tambah produk dengan sendirinya akan menambah pendapatan produsen atau petani,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













