Reporter: Ranimay Syarah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Rencana pemerintah membangun kilang dalam waktu dekat mengundang investor bertanya tentang batas rangkaian bisnis. Soalnya, mereka juga ingin memperlebar potensi bisnis selain membangun kilang.
Pemerintah di tahun ini akan membangun kilang dengan kapasitas 300 barel per hari di Bontang, Kalimantan Timur. Nilai investasinya hingga US$ 12 miliar. Saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sudah menyiapkan lahan seluas 1.000 hektar dan Kementerian Keuangan juga telah siap dengan insentif investasi baik fiskal dan non fiskal
Muhammad Hidayat, Direktur Hilir KESDM menyampaikan, saat ini banyak investor yang meminta agar mereka tidak hanya membangun kilangnya saja. Sebab, kata Hidayat, dalam membangun kilang, banyak bisnis yang juga terlibat hingga ke ritel.
Bisnis yang juga terlibat misalnya, bisnis di bidang pembangunan storage, bidang penyimpanan, pengangkutan, hingga distribusi dari depo ke stasiun pengisian yang sudah sampai ke konsumen. "Rata-rata mereka minta mereka ingin ikut hingga level terbawah, walaupun saat ini belum ada yang minta secara spesifik apa yang mereka mau, kita sedang pelajari dulu, " kata Hidayat, Jumat (07/03).
Bagi Hidayat, baik investor dalam negeri maupun luar negeri diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam investasi di bidang manapun selama pemerintah tidak menggunakan uang negara sepeser pun. "Kalau mengacu UU Migas, jelas sekali pemerintah membuka peluang di bagian mana saja, ya terserah mereka. Yang jelas kita tidak memberi batas rangkaian bisnis yang mereka mau kerjakan, " kata Hidayat.
Selain rangkaian bisnis yang terkait selain pembangunan kilang, tingginya nilai subsidi di Indonesia juga membuat investor mempertanyakan penyaluran BBM bersubsidi tersebut.
Hidayat bilang, konsumsi bahan bakar nasional menghabiskan 75 juta kiloliter (kl) untuk semua sektor pengguna. Dari jumlah itu, sebanyak 62% digunakan untuk BBM bersubsidi atau setara 46,3 juta kl.
Dari permintaan BBM bersubsidi yang lebih dari setengahnya, maka hal ini yang membuat investor heran nantinya bahan bakar yang dihasilkan bakal difokuskan untuk BBM subsidi. "Subsidi bahan bakar jenis oktan 88 itu di APBN saja hampir 30juta kl. Padahal produksi bensin kita 13 juta kl, maka kita harus impor 17 juta kl lagi, " kata Hidayat.
Ia juga menyayangkan para investor yang tidak banyak membangun kilang padahal kilang di Indonesia sangat dibutuhkan banyak. Kata dia, investor dalam negeri yang mau bangun kilang tidak harus langsung dengan kapasitas besar.
"Mau bangun kilang yang kecil-kecil juga tidak masalah, seperti Tri Wahana Universal di Cepu, Jawa Timur itu bangun kilang dengan kapasitas 6ribu barel juga tidak masalah, malah tahun ini dia mau ekspansi jadi 16 ribu barel. Jadi walaupun kapasitasnya kecil tidak masalah, yang penting secara teknologi dan ekonomi mampu, " kata Hidayat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News