Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah minta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) segera merampungkan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2015-2024. Pasalnya, dalam pantauan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, banyak investor di sektor kelistrikan yang khawatir lambatnya penetapan RUPTL akan mengganggu rencana realisasi investasi mereka.
Padahal, kata Franky, calon investor tersebut telah mendapatkan izin dari BKPM. Belum adanya RUPTL, mereka tak bisa memastikan wilayah yang akan dibangun pembangkit listrik. "RUPTL-nya itu harus fixed. Misalnya di lokasi A harus sesuai dengan RUPTL-nya," ujarnya, Kamis (5/11) malam.
Kesulitan ini pula yang membuat Franky langsung menyampaikan keluhan investor ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said agar segera ditindaklanjuti kendala investor ini.
Menteri Sudirman Said berjanji segera berkoordinasi dengan PLN untuk mengetahui alasan RUPTL tak kunjung rampung. "Minggu depan, kami akan panggil PLN untuk menyampaikan revisi RUPTL," tandas Sudirman. Ia janji revisi RUPTL akan selesai pada tahun ini.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan ESDM Alihuddin Sitompul menambahkan, revisi RUPTL memang dibutuhkan agar bisa mengetahui sebaran pembangkit, dan transmisi listrik yang akan dibangun investor.
Selain itu, rencana usaha ini juga untuk memastikan lokasi yang yang sebelumnya dominan dikuasai PLN dibagi juga untuk investor independen atau Independen Power Producers (IPP).
Dalam rencana pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW, PLN sebelumnya mendapatkan tugas membangun 10.000 MW dan 25.000 MW oleh IPP.
Namun, dalam revisi RUPTL kelak, PLN hanya akan membangun 5.000 MW. "Jadi porsi PLN diturunkan," ujar Alihuddin, Jumat (6/11).
Ia menyebut jika tidak kunjung ada RUPTL yang baru, maka investasi di bidang ketenagalistrikan akan menggunakan RUPTL lama. Resikonya investasi baru bisa terhambat.
Namun, Sekretaris Perusahaan PLN Adi Supriono menerangkan, RUTPL seharusnya tidak menjadi hambat investasi kelistrikan. Pasalnya RUPTL yang ada saat ini yang disusun oleh PLN masih bisa dijadikan acuan para investor untuk melakukan investasi.
"RUPTL sudah ada, jadi mana yang tidak sesuai ya. Sepengetahuan saya, seharusnya tidak ada dampaknya terhadap investasi," ujarnya ke KONTAN Jumat (6/11).
Menurut Adi, RUPTL PLN sudah menetukan titik pembangunan transmisi. Alhasil, investor tinggal mencari lahan untuk membangun pembangkit. Adapun revisi RUPTL yang tengah dikaji sejatinya untuk melihat pertumbuhan elektrifikasi yang dibutuhkan di Indonesia ke depan yang disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi.
"Saat ini masih kami review. Harapannya di akhir tahun bisa diserahkan ke pemerintah," kata Adi. Dia bilang, PLN saat ini mengalami kesulitan dalam merevisi RUPTL karena harus memprediksi kebutuhan listrik di masa mendatang.
Nah, "Untuk membangun pembangkit membutuhkan waktu 5-6 tahun, tahu-tahu nanti diprediksi naik, namun kenyataan tidak naik sehingga pasokan listrik jadi berlebih," ujarnya.
Selain sulit menentukan pertumbuhan pasokan listrik di masa depan, Adi menyebut PLN juga kesulitan untuk menetukan pendanaan. Maklum, mega proyek kelistrikan sebesar 35.000 MW membutuhkan pendanaan hingga Rp 1.000 triliun hingga lima tahun ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News