Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Fendi kemudian mencontohkan perlakuan berbeda pemerintah terhadap PLN yang mendapatkan subsidi listrik. Bahkan sejak tahun 2015 beberapa BUMN konstruksi mendapatkan suntikan dana melalui Penyertaan Modal Pemerintah (PMN) untuk mengembangkan berbagai infrastruktur.
Sementara kepada PGN, yang selama ini mengembangkan infrastruktur gas bumi sebagai energi untuk mengurangi energi impor, tak ada sepeserpun bantuan dari pemerintah.
Menurut Fendi, jika alasannya sebagian saham PGN dimiliki asing hal itu tidak masuk akal. Dikotomi asing dan non asing ini tidak positif untuk mendorong pasar modal Indonesia semakin atraktif. Karena banyak BUMN yang mendapat PMN triliunan rupiah, sahamnya di pasar modal juga dikuasai oleh investor asing.
"Dengan membuat kebijakan harga gas $ 6 dan tidak memberikan dukungan pendanaan, pemerintah sebenarnya tidak menginginkan gas bumi ini membesar. Karena sulit bagi PGN untuk terus membangun infrastruktur jika margin bisnisnya sudah dibatasi," tegas Fendi.
Baca Juga: Bukukan kerugian tahun lalu, simak rekomendasi saham PGAS
Sepanjang tahun 2020, PGN mencatat kerugian bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai US$ 264,77 juta atau sekitar Rp 3,84 triliun (1 US$ = Rp 14.500).
Kerugian itu terutama disebabkan oleh keputusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) atas sengketa pajak 2012-2013 yang menetapkan PGN harus membayar beban pajak sebesar US$ 278,4 juta.
Sebelumnya di pengadilan pajak dan banding, PGN memenangkan perkara ini. Beban besar lainnya adalah penurunan (impairment) aset minyak dan gas senilai $ 78,9 juta.
Direktur Keuangan PGN Arie Nobelta Kaban menjelaskan, pada tahun 2020 PGN membukukan pendapatan senilai US$2,88 miliar atau turun 25,02% dari realisasi pendapatan tahun 2019 yang mencapai US$ 3,85 miliar.