kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ironi, memiliki garis pantai panjang tapi masih saja mengimpor garam


Kamis, 22 Februari 2018 / 17:43 WIB
Ironi, memiliki garis pantai panjang tapi masih saja mengimpor garam
ILUSTRASI. PRODUKSI GARAM


Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski memiliki garis pantai yang paling panjang kedua di dunia, tetapi Indonesia masih harus mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Masih minimnya produksi garam akibat tidak seluruhnya garis pantai dapat digunakan sebagai tambak garam. Guna digunakan sebagai tempat produksi garam, tambak garam juga perlu melihat cuaca serta gelombang air laut.

Selain itu nilai ekonomis dari pantai juga menjadi faktor bagi kurangnya tambak garam. "Sekali pun ada garis pantai, belum tentu terbaik dari segi opportunity cost," ujar Ekonom Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri dalam launching dan bedah buku Hikayat Si Induk Bumbu, Kamis (22/2).

Faisal bilang dengan kawasan pantai yang bagus terdapat perbandingan nilai ekonomi. Oleh karena itu, dibandingkan membuka tambak garam, nilai ekonomi akan lebih tinggi bila dimanfaatkan untuk membangun kawasan wisata.

Selain itu Faisal juga bilang bahwa garis pantai tidak selalu mempengaruhi produksi garam. Ia mencontohkan China yang garis pantainya tidak masuk 10 besar dunia menjadi salah satu eksportir garam terbesar.

China berada pada peringkat 10 eksportir garam dengan nilai ekspor US$ 65,9 juta. Meski sebagai eksportir China juga dikatakan oleh Faisal masih menjadi salah satu importir terbesar di dunia.

"China menjadi negara importir garam nomor tiga dunia dengan nilai US$ 189,2 juta," terang Faisal.

Impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan garam. Kebutuhan tersebut memerlukan garam dengan spesifikasi tertentu seperti pada industri di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×