Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis pasokan batubara untuk sektor kelistrikan di dalam negeri bukan semata soal perkara disparitas harga antara harga batubara global dengan harga batubara untuk pemenuhan kebutuhan domestik alias domestic market obligation (DMO).
Di luar itu, persoalan spesifikasi pasokan batu bara juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemasok batubara, bersama juga permasalahan lain ketersediaan kapal pengangkut batubara menuju pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, kualitas batubara yang dihasilkan bervariasi. Pada kasus-kasus tertentu, kualitas batubara pengusaha tambang batubara memiliki spesifikasi yang berbeda dengan kebutuhan PLTU PLN dan independent power producer (IPP).
Hasilnya, dalam kasus-kasus tertentu, batubara yang dihasilkan pemasok tidak bisa diserap oleh PLTU milik PLN dan IPP, atau bisa diserap namun dengan distribusi yang kurang efisien.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) Berkomitmen Memasok Batubara untuk PLTU Milik PLN
“Ada satu informasi kami dapat soal 1 PLTU di Aceh, itu batubaranya harusnya bisa diserap dari tambang batubara terdekat dari anggota kami di Aceh, tapi ini (PLTU di Aceh) didesain malah untuk batubara yang harus diambil dari Kalimantan Selatan,” ujar Hendra dalam acara Dialog Indonesia Bicara bertajuk Pemerintah Larang Ekspor Batubara yang disiarkan di TVRI, Jumat (7/1) malam.
Kendala lainnya, persoalan ketersediaan kapal pengangkut, kata Hendra, juga menjadi tantangan tersendiri bagi pengusaha batubara. “Jadi kalau berbicara mengenai kelancaran pasokan batubara domestik harus berbicara secara ekosistem keseluruhan ya, mulai dari supply chain dari batubara dan juga dari pihak pengguna,” tutur Hendra.
Anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika menilai, persoalan perbedaan spesifikasi pasokan batubara dan kebutuhan PLTU seharusnya bisa diatasi dengan cara blending batubara dengan spesifikasi yang berbeda guna mendapatkan batubara dengan spesifikasi yang dibutuhkan.
“Misalkan kalorinya butuh 5000, yang tersedianya 6000 sama 40000, ya di-blend, dicampur, secara teknis itu bisa menjadi kira-kira 5000-an (kalorinya),” ujar Kardaya di acara yang sama.
Hendra juga sependapat soal usulan opsi mekanisme blending batubara. “fasilitas (blending) itu penting sekali, ini yang sebenarnya kita harapkan dari dulu agar PLN memangun fasilitas blending batubara. kalau itu bisa terealisasi mungkin bisa mengurangi sedikit dari permasalahan (pasokan batubara),” ujar Hendra.
Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha menilai, opsi co-firing juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi persoalan pasokan batubara untuk kelistrikan. “Jadi kita mengkombinasikan antara biomassa dengan batubara, dan itu tanpa harus melakukan atau merombak total daripada pembangikt yang ada sekarang,” kata Satya.