Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kaltim Prima Coal (KPC) masih menjadi produsen batubara terbesar di Indonesia. Pada tahun ini, anak usaha dari PT Bumi Resources Tbk (BUMI) itu menargetkan bisa memproduksi batubara sebanyak 60 juta ton.
Acting Chief Excecutive Officer (CEO) KPC Ido Hotna Hutabarat menyampaikan, kapasitas produksi KPC mencapai 65 juta ton. Pada tahun lalu, produksi batubara KPC tercatat sebesar 61,5 juta ton.
"Tahun ini rencana 60 juta ton. Kualitas batubara (KPC) bervariasi, berkisar dari 4.200 gram hingga 6.300 gram," kata Ido dalam webinar rangkaian HUT ke-30 Perhapi, Selasa (17/11).
Baca Juga: Wilayah Arutmin dipangkas 40,1% saat jadi IUPK, IMA: Sudah sesuai UU Minerba
KPC menopang hingga 70% produksi batubara BUMI. Adapun pada tahun ini, perusahaan tambang batubara tersebut menargetkan produksi direntang 85 juta ton - 89 juta ton.
Meski menjadi produsen batubara terbesar, bukan berarti KPC lepas dari tantangan. Ido membeberkan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi KPC. Utamanya adalah volatilitas dan ketidak pastian, termasuk dalam hal pergerakan harga batubara.
Memitigasi hal tersebut, KPC pun sudah menyiapkan rencana strategis untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi. Antara lain melalui digitalisasi dalam operasi pertambangan. Dengan begitu, produksi dapat termonitor secara real time dan lebih efisien. Alhasil, biaya produksi pun bisa ditekan.
"Tahun 2020, ini program unggulan di KPC. Dengan program digitalisasi ini menghasilkan saving yang cukup bagus, dan mampu menurunkan cost produksi," terang Ido tanpa memberikan gambaran besaran efisiensi yang dimaksud.
Selain pergerakan harga, KPC juga diharapkan pada tantangan dari segi perizinan. Sebab, masa kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) KPC akan berakhir sekitar satu tahun dari sekarang.
"PKP2B akan berakhir di 31 Desember 2021. (Harga batubara penuh ketidakpastian) di tengah-tengah akan berakhir PKP2B dalam waktu satu tahun lagi. Ini adalah tantangan terbesar untuk KPC," sebut Ido.
Untuk dapat memperoleh perpanjangan operasi dari PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, KPC pun mengklaim siap memenuhi ketentuan yang disyaratkan.
Satu diantaranya adalah program peningkatan nilai tambah alias hilirisasi batubara. Ido bilang, sejumlah pengerjaan proyek hilirisasi batubara Bakrie Group ini sudah mulai dilakukan.
Rencananya, tahap pematangan tanah sudah bisa diselesaikan pada tahun depan, dan dilanjutkan dengan tahap konstruksi. Adapun, hilirisasi batubara dalam bentuk gasifikasi dan coal to methanol ini ditargetkan sudah bisa beroperasi pada tahun 2023 atau 2024.
"KPC sudah mulai melakukan kegiatan (hilirisasi). Diharapkan 2021 harapkan mulai pematangan tanah sudah selesai dan mulai tahap konstruksi. Diharapkan commisioning sudah dilakukan di 2023 atau 2024," terang Ido.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) kaji peluang akuisisi eks lahan Arutmin yang diciutkan
Seperti diketahui, Group Bakrie melalui PT Bakrie Capital Indonesia telah menjalin kerjasama dengan PT Ithaca Resources dan Air Product untuk membangun fasilitas produksi batubara menjadi metanol di Kalimantan Timur. Konsorsium tersebut menargetkan proyek batubara menjadi metanol itu bisa beroperasi pada 2024.
Dalam proyek yang diestimasikan menelan biaya investasi hingga US$ 2 miliar tersebut, BUMI berpotensi memasok kebutuhan batubara hingga 6 juta ton per tahun.
Dalam catatan Kontan.co.id, KPC sudah mengajukan perpanjangan operasi kepada Kementerian ESDM pada 30 Maret 2020. Kontrak PKP2B KPC berakhir pada 31 Desember 2021. Adapun, KPC memiliki dua tambang di Sanggata dan Bengalon, Kalimantan Timur dengan luas konsesi sebesar 84.938 hektare.
KPC memiliki potensi sumber daya dan cadangan batubara yang masih tinggi. Merujuk data dari Joint Ore Reserves Commite (JORC) Maret 2018, KPC masih memiliki cadangan sebanyak 1,07 miliar ton dan sumber daya sebesar 6,9 miliar ton.
Selanjutnya: Arutmin kantongi IUPK dan perpanjangan operasi 10 tahun, begini kata bos BUMI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News