Reporter: Rika Theo, Bloomberg |
SINGAPURA. Kisruh televisi berbayar Astro masih berlanjut. Hari ini di pengadilan Singapura, taipan Indonesia dari Group Lippo James Riady, berhadapan dengan orang terkaya nomor dua Malaysia T. Ananda Krishnan. Anand, melalui delapan perusahaannya menuntut Riady membayar arbitrase senilai US$ 300 juta menyangkut Astro.
Kepada pengadilan tinggi Singapura, tiga perusahaan Riady menyatakan tak setuju dengan hasil arbitrase tersebut. Sayangnya, menurut Bloomberg, asisten James Riady, Lina Megawati tak mengangkat dua kali telepon dan email untuk menanggapi masalah ini.
Sidang di pengadilan Singapura dimulai hari ini sampai tanggal 25 Juli, menyusul tuntutan hukum di Indonesia, Malaysia, dan Hong Kong.
Untuk menyegarkan ingatan, pada tahun 2008, perusahaan milik Krishnan, Astro All Asia Networks Plc mengakhiri usaha patungan antara Krishnan dan Grup Lippo. Astro All Asia menyatakan Lippo tak mampu membayar tagihan 805 juta ringgit (US$ 254 juta), namun tak mau berkomentar soal sengketa maupun alasan di balik pecahnya kongsi kedua perusahaan itu.
Lippo sendiri pernah mengatakan, Astro menyetop jasa layanan satelit untuk TV berbayar Astro sejak Oktober 2008. Akibatnya, puluhan ribu konsumen Astro di Indonesia pun terkatung-katung.
Berikut kilas balik kisruh Astro:
2005
Krishnan dan Riady mendirikan usaha patungan (joint venture) di bisnis televisi berbayar dengan meluncurkan Astro. Kerja sama ini berlanjut juga di sektor properti dan telekomunikasi.
September 2008
Melalui PT Ayunda Prima Mitra, Lippo kemudian menuntut sejumlah perusahaan dan invididu yang terkait Astro. Lippo mengklaim, tuntutan itu merespon “ancaman dari Astro untuk menghentikan operasional TV berbayar.
Oktober 2008
Astro memulai arbitrase rahasia menyangkut masalah ini di Singapura.
2010
Tiga anggota tribunal arbitrase Singapura memutuskan bahwa Astro harus menerima US$ 300 juta dari Lippo. Untuk menguatkan putusan itu, Astro juga mencari persetujuan sejumlah pengadilan antara lain Hong Kong, Malaysia, dan Singapura. Menurut pengacara Lippo di pengadilan Singapura, arbitrase itu digunakan Astro sebagai kuda troya Astro untuk memasukkan tiga perusahaannya ke dalam sengketa sekaligus menahan tuntutan hukum Indonesia. “Persetujuan adalah prasyarat paling dasar untuk arbitrase. Tidak pernah ada perjanjian untuk arbitrase dengan tiga unit usaha Astro,” kata para pengacara Lippo itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News