Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung buka suara soal kendala pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta.
Menurut Yuliot, salah satu penyebabnya adalah terjadi lonjakan permintaan BBM di bulan Februari lalu, yang mengalami peningkatan cukup tinggi.
"Jadi untuk pasokan BBM, secara nasional kita lakukan evaluasi secara keseluruhan. Ya kemarin itu kan karena ada kelebihan permintaan waktu bulan Februari, jadi kan lonjakan kemarin itu kan cukup tinggi," ungkap Yuliot saat ditemui usai agenda Indonesia Summit 2025 yang berlangsung di The Tribrata, Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Lebih lanjut, Yuliot bilang Kementerian ESDM telah melakukan koordinasikan dengan teman-teman di Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait keputusan izin impor BBM.
Baca Juga: Stok BBM di SPBU Kosong, Ini Penjelasan Manajemen BP-AKR
"Jadi ya saya juga sudah koordinasikan dengan teman-teman di Kementerian Perdagangan, di Kementerian Keuangan, ya bagaimana untuk kebutuhan energi, khususnya BBM itu bisa terpenuhi secara keseluruhan. Jadi ini kita lagi diselesaikan," tambahnya.
Asal tahu saja, sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan telah mengubah periode waktu terkait izin impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang awalnya setiap setahun sekali menjadi 6 bulan sekali, dengan masa evaluasi per-3 bulan.
Menurut Bahlil, hal ini dilakukan sebagai salah satu langkah perbaikan terhadap tata cara impor dan ekspor BBM di Indonesia.
"Penting adanya perbaikan penataan. Sekarang izin-izin impor di kita terhadap BBM, tidak satu tahun sekaligus, kita bikin per enam bulan, supaya ada evaluasi per tiga bulan," ungkap Bahlil saat ditemui di Kantor ESDM, Jakarta, Rabu (26/02).
Baca Juga: Stok BBM di SPBU Shell Kosong, Ini Penjelasannya
Selain mengatur periode impor minyak menjadi lebih pendek, Bahlil menegaskan seluruh produksi minyak dalam negeri yang tadinya diekspor akan diprioritaskan bisa diolah di dalam negeri.
"Nanti yang tadinya itu (minyak) nggak bisa diolah di dalam negeri, sekarang kita minta harus diolah di dalam negeri. Dengan cara bagaimana? Mem-blending (campur)," jelasnya.
Selanjutnya: GNI Per Kapita Diusulkan Jadi Indikator Kualitas Pertumbuhan Ekonomi, Tepatkah?
Menarik Dibaca: 10 Merek Sunscreen Lokal Terbaik pada Tahun 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News