Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Harga minyak mentah Texas (WTI) untuk pengiriman Januari 2016 di level US$ 36,7 per barel pada Kamis, (10/12), terendah sejak Februari 2009. Kondisi ini membuat perusahaan jasa penunjang minyak dan gas bumi kalang kabut dan resah terkena dampak.
Seperti PT Apexindo Pratama Duta Tbk yang tahun ini juga harus merugi akibat harga minyak turun. "Yang pasti harga pasar turun, pendapatan kami juga turun," kata Investor Relation Apexindo Paolo Kartadjoemena kepada KONTAN pada Kamis (10/12).
Dengan kondisi seperti ini, Paolo mengaku proyek-proyek yang dijalankan Apexindo mungkin tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. "Masih harus berjuang di tahun 2016," lanjutnya.
Menyiasati bisnis migas yang lesu, Apexindo akan terus fokus ke dalam proyek-proyek dalam negeri agar bisa mempertahankan market sharenya. "Kami harapkan pembangunan di dalam negeri dikasih kesempatan. Namun memang jumlah proyeknya terbatas," jelas dia. Sebagai informasi, Apexindo masih terus melakukan pengeboran di Blok Mahakam.
Di sisi lain, untuk bisa terus survive di tahun depan dengan harga minyak yang rendah, PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk melakukan tiga cara agar dapur perusahaan ini tetap ngepul. Misalnya jika sebelumnya menggunakan kapal berukuran besar untuk mengangkut gas, sekarang menggunakan kapal mini LNG.
Selain itu jika migas masih susah dikendalikan, Humpuss akan beralih ke energi alternatif seperti bahan kimia lain cair maupun gas. "Humpuss akan fokus untuk mendukung program pemerintah 35.000 megawatt dan menguatkan kondisi maritim Indonesia dengan rematting, refocusing, dan reorientasi," kata Theo Lekatompessy Presiden Direktur PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk kepada KONTAN, (10/12).
Untuk memberdayakan program maritim pemerintah Humpuss akan fokus untuk memelihara pelabuhan dengan cara pengerukan dan membuat kapal tunda. Agar semua bisa berjalan lancar dan teknologi bisa terserap dengan baik, maka Humpuss sebagai perusahaan transportasi gas Indonesia harus bermitra dengan investor asing.
"Bermitranya jangan lagi ke China dan Jepang saja, tetapi bisa mulai menjajaki kerjasama dengan perusahan Eropa atau negara ASEAN lainnya," ujar Theo.
Pengamat Migas John Karamoy menilai, dampak dari harga minyak dunia yang anjlok ini ke dalam dua sisi. Ada yang merugi juga ada yang merasa diuntungkan. John bilang harga minyak dunia yang anjlok ini ada dugaan bahwa di dunia pasokan minyak bumi kelebihan 2% atau 2 juta barel.
"Ada yang menyebut produksi minyak bumi dunia per hari itu 97 juta barel, sedangkan kebutuhan minyak di dunia hanya 95 juta barel. Bagaimana kelebihan 2% itu bisa membanting harga lebih dari 50%," kata John kepada KONTAN pada Kamis (10/12).
Soal siapa rugi dan ada untung, John bilang sebagai negara importir migas, Indonesia diuntungkan karena biaya impor menjadi lebih murah. Sepanjang Januari-Oktober neraca perdagangan migas Indonesia masih defisit US$ 5,423 miliar.
Sementara nasib produsen migas di Indonesia yang menjual gas, pasti rugi dengan saat harga minyak murah. "Jadi secara nasional kita diuntungkan, tetapi secara industri, ada perusahaan-perusahaan yang rugi besar ada yang rugi kecil," katanya.
Dampak ke masing-masing perusahaan tergantung pada biaya produksi per barelnya. "Jika biaya produksinya melebihi US$ 40 barel ya mereka rugi besar. Begitu pun sebaliknya," ungkap John.
Di sisi lain perusahaan jasa migas tidak dibutuhkan lagi oleh produsen minyak. Mereka kehilangan pekerjaan karena tidak bisa untung lagi. "Kecuali kalau perusahaan jasa migas ikut menurunkan harga atau nilai jasa mereka," tambah John.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News