kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.940.000   8.000   0,41%
  • USD/IDR 16.442   107,00   0,66%
  • IDX 7.936   30,42   0,38%
  • KOMPAS100 1.106   -3,16   -0,28%
  • LQ45 813   -4,14   -0,51%
  • ISSI 266   0,45   0,17%
  • IDX30 421   -2,53   -0,60%
  • IDXHIDIV20 488   -3,70   -0,75%
  • IDX80 123   -0,68   -0,55%
  • IDXV30 131   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 136   -1,35   -0,98%

BYD-Vinfast CS Wajib Produksi di Indonesia, Kemenperin: Minimal TKDN 40%


Kamis, 28 Agustus 2025 / 05:39 WIB
BYD-Vinfast CS Wajib Produksi di Indonesia, Kemenperin: Minimal TKDN 40%
ILUSTRASI. Kemenperin menuntut produsen mobil listrik impor seperti BYD, Vinfast, Geely memenuhi kewajiban produksi lokal dengan TKDN 40%


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta produsen otomotif memenuhi kewajiban produksi dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sesuai aturan. Permintaan ini ditujukan kepada para pabrikan yang sudah menikmati insentif impor berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) dalam bentuk utuh atau completely built up (CBU).

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin Mahardi Tunggul Wicaksono menyatakan bahwa masa impor CBU peserta program bakal berakhir pada 31 Desember 2025. Setelah itu, insentif berupa pembebasan Bea Masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang sudah diterima akan disetop. 

Selanjutnya, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan rasio 1:1, atau jumlah setara kuota impor CBU. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.

Hingga pendaftaran ditutup pada Maret 2025, ada enam produsen yang mengikuti program insentif impor ini. Keenam produsen itu adalah BYD Auto Indonesia (BYD), Vinfast Automobile Indonesia (Vinfast), Geely Motor Indonesia (Geely), Era Industri Otomotif (Xpeng), National Assemblers (Aion, Citroen, Maxus dan VW) serta Inchape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).

"Dalam perjalanannya, perusahaan juga harus memperhatikan nilai besaran TKDN. Dari 40% harus secara bertahap naik menjadi 60% besaran nilai TKDN," ujar Tunggul dalam keterangan tertulis yang disiarkan Rabu (27/8/2025).

Baca Juga: Impor Mobil EV Berakhir pada 2025, BYD-Vinfast CS Wajib Produksi di Indonesia

Dari enam perusahaan yang mengikuti program insentif CBU, ada total investasi sebesar Rp 15 triliun serta rencana penambahan kapasitas produksi sebesar 305.000 unit. Dari enam perusahaan tersebut, dua perusahaan melakukan kerja sama perakitan dengan assembler lokal, yakni PT Geely Motor Indonesia dan PT Era Industri Otomotif.

Sementara itu, dua perusahaan melakukan perluasan kapasitas produksi, yakni PT National Assemblers dan PT Inchcape Indomobil Energi baru, dan dua perusahaan membangun pabrik baru, yakni PT BYD Auto Indonesia dan PT Vinfast Automobile Indonesia.

Keterangan tersebut sebelumnya disampaikan oleh Tunggul dalam diskusi bertajuk "Polemik Insentif BEV Impor" yang berlangsung di Kantor Kemenperin, Jakarta, pada Senin (25/8/2025). 

Tunggul melanjutkan, aturan tentang TKDN mobil listrik telah ditetapkan di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 55 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) untuk Transportasi Jalan.

Menurut Perpres tersebut, TKDN mobil listrik produksi lokal wajib mencapai 40% pada 2022-2026. Kemudian naik menjadi 60% pada 2027-2029 dan 80% mulai tahun 2030.

Target capaian TKDN tersebut dilakukan melalui Completely Knocked Down (CKD) sampai dengan tahun 2026. Kemudian pada tahun 2027 dilakukan melalui Incompletely Knocked Down (IKD).

"Karena kalau masih tetap CKD, nggak akan tercapai angka 60%. Kemudian angka 80% dicapai melalui skema manufaktur part by part," terang Tunggul.

Tunggul mengatakan, program percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia membuat populasi kendaraan jenis ini setiap tahun meningkat. Pada tahun 2024, total populasi kendaraan listrik mencapai 207.000 unit, meningkat sekitar 78% dari tahun 2023 yang berjumlah 116.000  unit.

Baca Juga: Siap-Siap Harga Mobil Listrik Melambung Tinggi Mulai 2026, Cek Harga BYD Terbaru

Pangsa pasar kendaraan berbasis listrik, khususnya hybrid electric vehicle (HEV) dan BEV meningkat secara signifikan. Perinciannya, pangsa pasar HEV naik dari 0,28% pada 2021 menjadi 7,62% pada Juli 2025, sedangkan BEV melonjak dari 0,08% menjadi 9,7%.

“Sebaliknya, kendaraan berbasis internal combustion engine (ICE) mengalami penurunan pangsa pasar dari 99,64% pada 2021 menjadi 82,2% pada Januari-Juli 2025. Hal ini mencerminkan adanya pergeseran preferensi konsumen menuju kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” ujar Tunggul.

Menurut Tunggul, kondisi ini menunjukkan bahwa kebijakan dan insentif pemerintah, mulai membuahkan hasil. Tren ini menjadi indikasi bahwa transisi menuju transportasi rendah emisi di Indonesia sedang berjalan ke arah yang tepat.

Kemenperin pun telah merilis empat aturan teknis dalam bidang otomotif dalam rangka mencapai Net-Zero Emission (NZE), yakni Permenperin No. 36/2021 tentang Pengembangan Industri Kendaraan Bermotor Emisi Karbon Rendah, Permenperin No. 6/2022, jo. 28/2023 tentang Spesifikasi Peta Jalan Pengembangan dan Ketentuan Penghitungan TKDN KBLBB.

Kemudian, Permenperin No. 29/2023 tentang KBLBB dalam Keadaan Terurai Lengkap dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap (CKD&IKD), serta Permenperin No. 37/2024 tentang Tata Cara Verifikasi Industri dan Penerbitan Surat Keterangan Verifikasi Industri.

Dampak Impor BEV CBU

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengakui insentif BEV impor dalam rangka tes pasar berhasil meningkatkan adopsi mobil ini di Indonesia. Namun di sisi yang lain, impor BEV secara CBU ini menekan kinerja industri yang sudah lama eksis.

Utilisasi industri mobil turun dari 73% menjadi 55%  seiring penurunan penjualan mobil domestik. Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menyoroti penjualan mobil domestik yang melandai ke level 865.000 unit pada tahun 2024.

Padahal, level penjualan mobil di Indonesia sudah menembus 1,2 juta unit pada tahun 2014. Tren penurunan ini berlanjut pada tahun ini. Per Juli 2025, penjualan mobil turun 10% ke level 453.000 unit.

Menurut Kukuh, penurunan penjualan mobil dipicu pelemahan daya beli dan mahalnya pajak mobil di luar BEV. Saat ini, tidak semua mobil dengan TKDN tinggi mendapatkan insentif. Sebaliknya, pemerintah malah memberikan insentif besar bagi BEV untuk menarik investasi.

Baca Juga: Inilah Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Kembali Mobil Listrik di Indonesia

Kehadiran BEV impor menekan produksi mobil dalam negeri. Padahal, mobil produk lokal sudah mampu mencapai TKDN tinggi sekitar 80%-90%. Pelaku industri mengkhawatirkan BEV impor mengganggu keseimbangan industri.

“Banyak perusahaan komponen juga mengeluh, karena suplai ke pabrikan kurang. Untung mereka masih ada ekspor, sehingga masih bisa berjalan, tetapi ada sebagian yang sudah melakukan PHK,”  ujar Kukuh.

Kukuh mengingatkan, kesuksesan insentif PPnBM Ditanggung Pemerintah (DTP) yang dikucurkan pemerintah pada tahun 2021 saat pandemi covid-19. Insentif dengan mempertimbangkan syarat TKDN tersebut berhasil memulihkan pasar mobil dengan cepat.

Sebagai upaya menggairahkan kembali industri otomotif, pemerintah bisa menimbang kembali insentif untuk mobil entry level di harga Rp 200 juta - Rp 400 juta. “Intinya, jangan biarkan pasar mobil turun. Bahkan, belakangan muncul isu penjualan mobil Indonesia dikalahkan oleh Malaysia, kendati data jelasnya belum terlihat,” ujar Kukuh.

Kukuh menekankan perlunya kebijakan untuk mendukung industri otomotif yang memproduksi ICE, HEV, hingga BEV agar bisa tumbuh bersama. Kukuh pun meminta agar pemerintah konsisten terhadap periode insentif impor BEV, yakni hanya berlangsung sampai akhir tahun ini.

Apabila skema insentif BEV impor dipertahankan, yang diuntungkan adalah importir. Padahal, tantangan yang dihadapi industri otomotif kini sangat berat. Termasuk untuk pelaku industri otomotif segmen komersial yang kini menghadapi tantangan banjir truk impor, yang jumlahnya tahun ini bisa mencapai 14.000 unit.

Pada kesempatan yang sama, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat - Universitas Indonesia (LPEM-UI), Riyanto mengungkapkan insentif BEV impor CBU memang mampu mendorong penjualan BEV pada 2024 dan 2025. Dengan kata lain, uji pasar BEV berhasil.

Baca Juga: Harga Mobil Listrik Bekas Turun Drastis, Bagaimana Harga Mobil Bekas Konvensional?

Bahkan BEV impor sempat merajai pasar domestik dengan porsi mencapai 64% pada Mei 2025. Meski begitu, Riyanto mengingatkan bahwa insentif BEV impor hanya berdampak ke sektor perdagangan.

Artinya, efek berganda (multiplier effect) jauh lebih kecil dibandingkan dengan produksi lokal. Hal ini juga yang  membuat utilisasi produksi pabrik dalam negeri tidak optimal.

Dia merekomendasikan agar pemerintah memberikan kebijakan fiskal yang konsisten, fair dan proporsional berbasis emisi dan TKDN. Kendaraan yang berkontribusi mengurangi emisi dan dampak terhadap perekonomiannya besar juga patut memperoleh insentif yang sesuai.

Selanjutnya: Indonesia Fibreboard (IFII) Sebar Dividen Interim Rp 56,47 Miliar

Menarik Dibaca: IHSG Masih Berpotensi Menguat, Ini Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (28/8)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×