Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
Dalam berbagai kesempatan seperti rapat terbatas, rapat paripurna, hingga rapat dengan kepala daerah, Jokowi berulang kali menyampaikan pentingnya substitusi produk-produk impor, salah satunya petrokimia. Jokowi berharap, setelah berproduksi maksimal, industri petrokimia ini dapat membantu menyelesaikan masalah defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia.
Terkait kepemilikan saham, setelah restrukturisasi Pertamina memegang saham mayoritas sebesar 51%. Sementara 47% saham dipegang oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan. Adapun 2% sisanya masih dipegang pemilik lama yaitu PT Silakencana Tirtalestari.
Baca Juga: Dapat dana Rp 2,62 triliun, Tuban Petro yakin bisa menghemat devisa US$ 6,6 miliar
"Ya masih 2% tapi akan segera kita selesaikan. Januari yang saya bilang tadi. Januari harus rampung," ujar dia.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan, peluang pasar bisnis petrokimia di Indonesia sekitar Rp 40 triliun-Rp 50 triliun per tahun. Selain itu, bisnis petrokimia mempunyai margin lebih tinggi dibanding BBM.
"Pembangunan kompleks industri Petrokimia akan lebih menjamin keberlanjutan bisnis perseroan, karena sesuai dengan tren bisnis masa depan," ujar Nicke.
Pembangunan industri petrokimia juga akan lebih efisien karena diintegrasikan dengan kilang, sehingga produk samping petrokimia dapat dimanfaatkan kembali oleh kilang baik untuk bahan bakar kilang itu sendiri maupun dapat menjadi produk BBM.
"Infrastruktur penunjang dan utilitas dapat juga dimanfaatkan secara bersama-sama dengan menurunkan biaya energi hingga 10% dan biaya personel turun 10% sehingga biaya operasional turun sampai 15%," kata Nicke.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News