Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah menilai penandatanganan kesepahaman pemanfaatan lahan milik PT Petrokimia Gresik sebagai bakal lokasi pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia masih belum jelas.
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R Sukhyar usai bertemu Chairman Freeport McMoRan Inc James R Moffet mengatakan, nota kesepahaman (MOU) Freeport dan Petrokimia tersebut belum kuat, karena bersifat tidak mengikat. "Kami ingin komitmen yang lebih kuat lagi dan mengikat," katanya, Kamis (22/1).
Menurut dia, pemerintah juga ingin Freeport memberikan lokasi lahan "smelter" yang lebih rinci. Asal tahu saja, Freeport dan Petrokimia menandatangani MOU pemanfaatan lahan seluas 60 ha di Gresik, Jatim, dengan sistem sewa.
Sukhyar mengatakan, pihaknya akan melakukan pertemuan kembali pada Jumat (23/1). "Kami minta Freeport, Petrokimia, dan PT Smelting Gresik duduk kembali dan mengikatkan perjanjian bahwa lokasi itu diperuntukkan bagi 'smelter' dengan sistem sewa. 'Statement' itu saja yang kami perlukan," katanya.
Kalau komitmen tersebut sudah ada, lanjutnya, maka Freeport bisa terus melakukan ekspor konsentrat setelah 24 Januari 2015.
Dalam MoU, Freeport juga berencana mengubah teknologi Autotec ke Mitsubishi yang bisa meningkatkan kapasitas dari 1,6 menjadi dua juta ton konsentrat tembaga per tahun. "Kami minta dokumen resminya atas perubahan teknologi itu," katanya.
Sukhyar menambahkan, pada Jumat (23/1), pihaknya juga akan memutuskan apakah memperpanjang masa MoU renegosiasi amendemen kontrak karya atau tidak. "Kalau diperpanjang, maka pemerintah akan meminta Freeport meningkatkan kontribusinya apabila kontrak karya diperpanjang," katanya.
Peningkatan kontribusi bisa dengan kenaikan dana pembangunan dan tidak harus penambahan royalti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News