kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jumlah layar bioskop Indonesia masih belum ideal


Jumat, 22 Juli 2016 / 12:24 WIB
Jumlah layar bioskop Indonesia masih belum ideal


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Mengembangkan sektor perfilman bak menjatuhkan kartu domino pertama. Efeknya bisa menjalar ke mana-mana. Tersebutlah diantaranya sektor pendidikan, pariwisata, ekonomi kreatif, bahkan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Secara keseluruhan, efek sektor perfilman ini berkelindan membangkitkan ekonomi suatu wilayah.

Publik tentu masih mengingat, bagaimana film Laskar Pelangi yang diadaptasi dari novel buah karya Andrea Hirata itu mengubah Belitong. Wilayah yang sebelumnya tak banyak di ekspos itu, kini justru menjadi primadona pariwisata. Hal itu, jelas berdampak bagi perekonomian setempat. Untuk itu, pengembangan sektor perfilman menjadi penting mendapat perhatian. Termasuk di antaranya memperbanyak bioskop-bioskop di tanah air.

Deputi Hubungan Antar Lembaga dan Wilayah, Badan Ekonomi Kreatif Endah Wahyu Sulistianti mengemukakan bahwa dari jumlah populasi Indonesia yang ada, jumlah layar bioskop ideal di Indonesia bisa mencapai 9.000-15.000 layar. Namun kenyataannya masih jauh panggang dari api. Jumlah yang ada saat ini hanya 1.118 layar. Hal ini tentu menjadi hal yang kurang menggairahkan sektor perfilman.

”Jadi bagi pengusaha perfilman, bioskop itu ibarat toko. Jadi jualan tapi tokonya nggak ada, kalaupun ada tokonya, jualannya cuma 3 hari, sementara biaya produksi terus meningkat,” paparnya.

Endah menilai bahwa salah satu kesulitan yang dihadapi oleh pengusaha perfilman adalah modal usaha untuk membuat film. ”Saat ini untuk film dengan berbiaya rendah dibutuhkan modal sekitar Rp 3 miliar. Bagaimana mereka dapat berkembang apabila bioskopnya tidak ada,” ungkapnya.

Untuk itu, modal asing dapat menjadi stimulus bagi sektor perfilman di Indonesia. Dia mencontohkan minat investor asing yang masuk ke suatu lokasi. Katanya, itu dapat memangkas monopoli yang ada.

”Contohnya ada perusahaan Abu Dhabi ingin membuka bioskop di Ambon atau di Sukabumi, ini akan membuat sektor perfilman lebih bergairah,” ungkapnya.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×