Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski bisnis distribusi ponsel memiliki siklus, pemain di bisnis ini punya strategi lain untuk mendulang pendapatan dari produk-produk yang sudah lewat tren atau sudah tidak laku.
Djatmiko Wardoyo, Direktur Marketing dan Komunikasi PT Erajaya Swasembada Tbk mengatakan, meski tren suatu produk ponsel memiliki siklus, yang menjadi patokan bukan soal brand, melainkan fitur yang dimiliki oleh ponsel tersebut. Dia mencontohkan, pernah ada era di mana masyarakat Indonesia sangat menyukai fitur ponsel yang memiliki kualitas kamera belakang cukup bagus.
"Namun sekarang ponsel dengan kamera depan, cukup kuat, karena masyarakat Indonesia menyukai selfie. Jadi bukan tentang tren brand, tetapi sejauh mana brand tersebut menyediakan fitur-fitur itu," ungkap Djatmiko Wardoyo, Direktur Marketing dan Komunikasi Erajaya, Jumat (2/2).
Kendati begitu, pria yang akrab disapa Koko ini menyebut, pihaknya memiliki strategi marketing tersendiri ketika produk yang dijual sudah tidak menjadi tren di eranya, sehingga menyebabkan terjadinya slow moving stock. Caranya, dengan melakukan penyesuaian harga.
Koko bilang, cara-cara seperti itu biasanya dilakukan oleh principal dengan menurunkan harga jual ponsel yang awalnya ada di kisaran Rp 7 juta sampai dua digit, setelah tahun ketiga biasanya akan turun menjadi setengahnya.
Menurutnya, strategi tersebut memang perlu diterapkan, sebab produk-produk baru yang muncul dan lebih inovatif, biasanya memiliki harga yang hampir sama atau lebih tinggi dari produk lama. "Kalau tidak dipaksa turun, otomatis tidak akan laku karena sudah ketinggalan zaman. Principal tentu saja akan melakukan itu," lanjut Koko.
Peritel ponsel lainnya, PT Global Teleshop Tbk juga memiliki strategi untuk tetap bisa mencetak pendapatan melalui produk-produk yang sudah tidak up trend. Perusahaan ini menerapkan bisnis trade-in atau tukar tambah.
Djoko Harijanto, Direktur Utama PT Global Teleshop Tbk menyebutkan, dalam satu tahun ada potensi 30 juta ponsel yang tidak terpakai karena pemilik menggantinya dengan ponsel baru. Menurutnya, hal itu menjadi potensi pasar yang bagus untuk digarap. "Jika 30 handphone itu dalam setahun dibagi 12, berarti kan ada sekitar 2 juta handphone. Berarti itu handphone baru yang kita jual juga," ungkap Djoko di Jakarta, pekan lalu.
Sedangkan PT Trikomsel Oke Tbk juga mencari celah untuk tetap mencetak pendapatan dengan fokus menggarap pasar ponsel di segmen lain, yakni memberi nilai tambah melalui asuransi ponsel. "Kami menangkap peluang dari produk telepon selular yang terjatuh atau terkena air, tetapi tidak mendapat garansi dari prinsipal," ungkap Mely, Direktur Independen Trikomsel usai paparan publik di Jakarta, pekan lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News