kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kadin: Harga gas US$ 6 per mmbtu belum optimal jika industri tidak inovatif


Kamis, 04 Februari 2021 / 18:43 WIB
Kadin: Harga gas US$ 6 per mmbtu belum optimal jika industri tidak inovatif
ILUSTRASI. Sejak kebijakan subsidi harga gas ini diberikan, volume konsumsi gas sejumlah perusahaan manufaktur yang menuntut harga gas rendah tak banyak bertambah. ANTARA FOTO/Moch Asim/aww.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Wakil Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Achmad Widjaja meminta pelaku industri manufaktur untuk mengoptimalkan pemberian subsidi gas bumi sebesar US$ 6 per mmbtu yang telah diberikan pemerintah sejak April tahun lalu.

Pasalnya, sejak kebijakan subsidi harga gas ini diberikan, volume konsumsi gas sejumlah perusahaan manufaktur yang menuntut harga gas rendah tak banyak bertambah.

"Kalau industri manufaktur tidak efektif memanfaatkan stimulus, maka hal itu akan merugikan produsen gas dan pemerintah. Industri harus lebih inovatif agar produknya lebih kompetitif  sehingga kenaikan produksinya dapat menggerakkan ekonomi nasional," jelas Achmad, Kamis (4/2).

Menurut Achmad, inovasi sangat dibutuhkan mengingat di segmen-segmen tertentu sebenarnya kebutuhan produk yang mewah. Contohnya industri keramik. Banyak hunian dan juga gedung-gedung yang sedang dan akan dibangun butuh keramik atau porselen yang berkualitas tinggi. Sayangnya kebutuhan itu saat ini banyak dipenuhi oleh produk impor.

"Harusnya pelaku usaha dapat mengembangkan berbagai inovasi, sehingga kebijakan subsidi gas US$ 6 memberikan dampak positif. Jika hanya mencari jalan efisiensi dan produktivitasnya tak bertambah, ya, dampak subsidi itu tidak optimal," imbuhnya.

Pada tahun lalu Kementerian ESDM merilis Permen ESDM No 8/2020 yang mengatur pemberlakuan harga gas bumi sebesar US$ 6 per mmbtu di titik serah pengguna (plant gate) untuk tujuh sektor industri yaitu pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. 

Penetapan harga gas untuk sektor industri ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing pada ketujuh industri tersebut, sehingga akan memberikan efek berganda (multiplier effect) positif pada perekonomian nasional. Sebagai konsekuensi dari keputusan itu, pemerintah kehilangan pendapatan bagi hasil dari sektor hulu migas sebesar US$ 2 per mmbtu. 

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, akibat penetapan harga gas untuk 7 sektor industri menjadi US$ 6 per mmbtu, pemerintah bakal kehilangan bagian penerimaan negara hingga Rp 121,78 triliun. Namun, lanjut Arifin, masih ada ruang keuntungan sebesar Rp 3,25 triliun dari selisih penghematan dan penerimaan negara.

"Penghematan itu berasal dari konversi pembangkit diesel sektor kelistrikan sebesar Rp 13,07 triliun, penurunan kompensasi bagi PLN sebesar Rp 74,25 triliun, pajak dan dividen industri dan Pupuk sebesar Rp 7,50 triliun dan penurunan subsidi untuk Pupuk dan kelistrikan yang mencapai Rp 30,21 triliun," katanya.

Bagi sektor swasta, dampak penurunan harga gas industri sudah dinikmati oleh sejumlah pelaku industri keramik. Produsen bahan bangunan Keramik PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA) hingga kuartal III-2020 meraih kenaikan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk naik hingga 38,31% menjadi Rp 221,50 miliar.

Achmad Wijaya berharap ditengah situasi pandemi saat ini para pelaku usaha manufaktur harus tetap fokus mengembangkan usaha dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Termasuk mengoptimalkan berbagai insentif yang telah diberikan oleh pemerintah. 

"Jangan sampai insentif harga gas ini gagal memberikan nilai tambah terhadap ekonomi nasional. Pandemi memang menyulitkan, tapi semua pelaku usaha menghadapi situasi yang sama, makanya mesti kreatif dan inovatif," tegasnya. 

Selanjutnya: BPH Migas menggandeng Kadin untuk menarik investasi di hilir migas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×